"Pak Adnan, saya melihat potensi besar di Desa Berangas ini," ujar Thofa dengan semangat. "Program ternak ayam petelur yang dikelola oleh kawan-kawan Perangkat Desa Berangas telah menunjukkan hasil luar biasa ketimbang desa lainnya. Tetapi saya yakin, ini baru permulaan. Dengan Dapur Umum Makan Bergizi Gratis sebagai pasar utama, kita bisa melibatkan lebih banyak pihak, terutama para petani yang lahannya selama ini tidak tergarap."
"Betul banget Pak!" sahut Santoso dan Sandi kompak.
Sandi melanjutkan, "Ternak ayam petelur kita sangat produktif bahkan ayam petelur yang dari tahun 2023 saja masih hidup hingga saat ini."
"Itu karena Desa Berangas punya kamu Sandi, selain Sarjana Peternakan tapi juga praktisi ternak ayam petelur." sambut Santoso sambil mencolek Sandi.
Pak Adnan mengangguk, wajahnya menunjukkan ketertarikan. "Saya setuju, Mas Thofa. Program ini memang sudah banyak membantu masyarakat, terutama untuk kebutuhan pangan yang akan melibatkan BUM Desa. Tetapi, bagaimana caranya kita bisa menggerakkan kembali petani yang sudah lama berhenti bercocok tanam?"
Thofa tersenyum. "Kuncinya ada di akses pasar, Pak. Selama ini mereka berhenti karena tidak tahu ke mana hasil panen akan dijual, dan banyak gagalnya program ketahanan pangan tahun sebelumnya di desa-desa lantaran susah mengakses pasar. Dengan adanya Dapur Umum Makan Bergizi Gratis, kita bisa bekerjasama dengan kelompok tani atau membeli hasil panen mereka untuk diolah menjadi makanan bergizi bagi masyarakat. Ini simbiosis yang saling menguntungkan."
Pak Adnan terdiam sejenak, lalu matanya berbinar. "Luar biasa, Mas Thofa. Jika begitu, kita bisa melibatkan petani dan menjadikan lahan-lahan yang selama ini kosong kembali produktif. Kita juga bisa memperluas ternak ayam petelur, sehingga tidak hanya telur yang menjadi andalan, tetapi juga sayur-mayur dan bahan pangan lain dari petani. Bagaimana menurut kalian Mas Santso dan Sandi?"
"Kalau saya senang Pak, karena ini mengurangi beban kami apalagi kami juga kekurangan tenaga." Jawab Santso denngan senyum sumringah.
Diskusi itu berlanjut hingga siang. Semangat Pak Adnan kian membara. Ia sudah membayangkan Desa Berangas menjadi pusat ketahanan pangan yang mandiri.
Sore harinya, ia meminta kepala desa dan BPD untuk mengumpulkan perangkat desa, petani, dan kelompok masyarakat lainnya di Balai Desa. Dalam rapat tersebut, ia memaparkan gagasan hasil diskusinya dengan Thofa, Santoso, dan juga Sandi.
"Kita harus bergerak bersama! Program ini bukan hanya tentang ketahanan pangan, tapi juga tentang bagaimana kita menghidupkan kembali semangat bertani dan beternak di desa kita," seru Pak Adnan dengan penuh keyakinan.
"Dengan adanya Dapur Umum Makan Bergizi Gratis, hasil panen dan ternak kita akan punya tempat untuk didistribusikan. Tidak ada lagi yang khawatir hasil jerih payahnya tak laku di pasar." Pak Adnan melanjutkan.
Para petani yang hadir, awalnya ragu, kini mulai menunjukkan senyuman. "Kalau memang hasil panen kami ada yang membeli, saya siap kembali mengelola sawah saya," ujar Pak Usup salah satu petani yang lahannya telah lama terbengkalai.
Semangat itu menjalar ke seluruh peserta rapat. Tidak ada lagi keraguan, hanya antusiasme untuk memulai langkah besar ini. Pak Adnan bahkan langsung menyusun form analisa kelayakan usaha sebagai bahan pertimbangan tambahan penyertaan modal desa, dan akan segera menjadwalkan pelatihan bagi para petani untuk mengelola lahan mereka kembali, dengan bimbingan dari Pendamping Lokal Desa.
Beberapa bulan kemudian, Desa Berangas berubah menjadi desa yang jauh lebih hidup. Lahan-lahan yang dulu ditumbuhi rumput liar kini hijau dengan padi, sayuran, dan palawija. Kandang ayam petelur juga telah diperluas. Setiap pagi, hasil panen dan telur segar dikumpulkan untuk diolah dan didistribusikan ke Dapur Umum Makan Bergizi Gratis.
Pak Adnan, yang kini dikenal sebagai tokoh perintis ketahanan pangan di desanya, berdiri di depan Balai Desa dengan senyum puas. Baginya, keberhasilan ini adalah bukti bahwa dengan kerja keras dan kolaborasi, apa pun dapat dicapai. Desa Berangas kini bukan hanya mandiri secara pangan, tetapi juga menjadi teladan bagi desa-desa lain di sekitarnya.