Omnibus law atau yang kita kenal sebagai undang-undang cipta kerja yang dibentuk untuk reformasi hukum dan juga menjadi salah satu legal policy dengan persetujuan antara presiden dan DPR-RI. Meski demikian berbagai polemik bermunculan atas UU cipta kerja, oleh karena itu DPR RI perlu memastikan  UU cipta kerja sudah terimplikasi, baik secara materi atau pengaturan turunnya UU ini. Selain itu juga perlu mengatur metode omnibus law dalam pembentukan UU melalui revisi UU No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dengan politik hukum karena hal tersebut menjadi suatu kebijakan suatu negara. Politik hukum formal UU cipta kerja tentu memiliki proses yang dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan hingga ditetapkan kedalam UU. Adanya keinginan presiden untuk menerbitkan  UU cipta kerja yang dimaksudkan untuk regulasi dan deregulasi pengaturan yang menghambat penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan usaha mikro,  melalui omnibus law berupa UU cipta kerja. Dengan adanya persetujuan bersama dari presiden untuk membuat UU cipta kerja sebagai omnibus law merupakan tahap awal perencanaan. Hal ini juga memiliki salah satu wujud transplantasi dari omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang berfungi untuk mengubah dan memadukan undang-undang secara sekaligus yang berasal dari berbagai undang-undang dan tentunya metode yang digunakan ini berbeda dari umumnya karena mencakup banyak materi yang beragama dan juga pasal yang bisa dikatakan banyak, meskipun metode yang digunakan dalam pembentukan UU cipta kerja berbeda dari umumnya, UU cipta kerja kurang demokrati, membatasi ruang partisipasi, yang menyebabkan banyaknya berbagai polemik permasalahan bermunculan.
KEMBALI KE ARTIKEL