Benar tugasnya adalah juru taktik apalagi ia sebagai "bapak" gegenpressing, benar juga kalau tugasnya adalah "mempersiapkan" pelatih MU berikutnya sembari dirinya berperan sebagai konsultan di MU, tepat juga kalau tugasnya mempersiapkan para pemain yang cocok dengannya sekaligus akan cocok dengan calon penggantinya nanti.
Tapi bagi saya, sebagai penyuka MU dan Real Madrid juga, itu adalah hal nomor sekian. Bukan tidak penting, tapi jauh lebih penting adalah membangun mental kemenangan. Mental itu bukan soal strategi dan taktik di lapangan, tapi soal kepercayaan diri, visi, dan militansi dalam bermain. Maka, untuk membangun mental itu, Rangnick hanya butuh membangun chemistry antar pemain.
Ya, sejatinya tugas utama Rangnick di MU adalah membangun kedekatan dan kelekatan antar pemain.
Dalam beberapa pertandingan, miskomunikasi dan egoisme itu sangat tampak. Karena itu pulalah hingga kini MU belum konsisten menjalani semua laga. Penggemarnya masih dibuat ketar-ketir, meskipun bermain dengan tim yang di atas kertas akan diatasi dengan mudah.
Beberapa kali juga para pemain MU sering melucu, kerap kali kocak dan melawak. Termasuk di pertandingan semalam melawan Athletico Madrid. Dengan pola permainan yang menurut saya jauh dari harapan, MU sebenarnya layak diganjar kekalahan. Meski penguasaan bolanya dominan, tapi pressing-nya lebih berkualitas milik lawan.
Untung saja, Atletico tidak turun dengan pasukan terbaiknya sejak awal laga. Untung juga diselamatkan tiang gawang.
Semalam, kita juga dipertontonkan dengan beberapa kali salah umpan, atau operan one two yang tak tepat sasaran. Itu dilakukan oleh Bruno, Sancho, Rashford, Varane, termasuk juga Pogba. Pemain-pemain yang mestinya tak perlu diajari lagi cara mengoper, kerap membuat kesalahan kecil yang sering dimanfaatkan lawan untuk mengancam.
Tentu saja, egoisme beberapa pemain sering muncul di lapangan. Tak ada yang memanjakan Ronaldo dengan umpan-umpan crossing atau assist-nya, Rashford dan Sancho lebih suka bermanuver secara individual tapi kewalahan dan bola dirampas lawan. Ronaldo seolah bermain sendirian, beda dengan saat di Madrid ketika ada Marcelo, Ozil, Kaka, Di Maria, atau Benzema yang suka memanjakannya dengan umpan-umpan matang di depan gawang.
Menurut saya, yang bukan ahli atau analis bola, kekurangan terbesar MU saat ini adalah mentalitas dan egoisme pemain yang menjadi-jadi. Konon, akhir-akhir ini sering terjadi suasana kurang mengenakkan karena di MU seperti ada faksi-faksi. Beberapa berita yang beredar mengindikasikan itu, sebut saja hubungan antara Greenwood dan Ronaldo yang kemudian diolah sedemikian rupa menjadi berita.
Kelekatan, kedekatan, dan komunikasi itu menjadi kunci dalam sepak bola. Dengan itu, antar pemain akan saling mengerti. Di lapangan, pemain yang memiliki chemistry yang kuat, bahkan kadang tak usah melihat sebab ia paham posisi dan kemungkinan kemana larinya masing-masing. Semakin bagus itu dimiliki, maka semakin bagus pula hasil yang didapatkan karena situasi antar pemain yang sangat menyenangkan.
Seperti tak ada chemistry, seolah masing-masing punya pakem sendiri. Kurangnya kelekatan antar pemain, tentu saja berbuntut panjang. Terutama sejak kedatangan Ronaldo, ruang ganti pemain katanya mulai bergejolak. Tentu saja, ini bukan hanya soal Ronaldo, terlalu simpel, tapi ketika chemistry itu dibangun dengan baik, untuk tim, maka egoisme itu akan melebur.
Umpan crossing dan assist matang akan tercipta. Ronaldo, Sancho atau Rashford mungkin akan digunjing ketika bermain jelek dan tidak melesakkan goal tapi itu akan dengan sendirinya lenyap ketika mendahulukan kerjasama yang terbangun melalui kelekatan dan saling mengerti satu sama lain. Kata Lukaku, Ronaldo hanya butuh umpan.
Itulah kerja satu-satunya Rangnick, menghangatkan kembali suasana ruang ganti, setidaknya sampai akhir musim. Percayalah, ketika kerjasama itu dibangun, peluang itu akan tercipta. Tidak oper bola sana sini, kembali ke belakang lagi. Bawa ke depan, mundur lagi. Tim akan padu melalui kerjasama dan kolektivitas tim. Untung saja Atletico tidak dalam performa terbaiknya.
Tentu saja Rangnick tidak mudah, apalagi berada di tim dengan pemain hebat tapi selama 4 tahun lebih tidak memegang satu piala apapun! Ngenes sebenarnya, tapi itulah realitanya. Tidak semudah itu, Ferguso. Kalau tim saja belum sepenuhnya nyatu, lalu ditambah dengan taktik atau starting line up yang membagongkan, ya, tulisan ini selesai.
Salam GGMU!