Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Musni Umar: PK Berulang-ulang, Masyarakat Bisa Semakin Tidak Percaya Hukum

8 Maret 2014   14:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 161 0
Dalam wawancara saya dengan TV ONE dan sejumlah wartawan di Gedung Parlemen (DPR)  (7/3/2014),  saya mengemukakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi pasal 268 ayat 3 KUHAP yang diajukan oleh Antasari Azhar dan kawan-kawan,  yaitu upaya peninjauan kembali (PK) bisa diajukan berulang-ulang membuat ketidakpastian hukum dalam sebuah kasus, sehingga putusan pengadilan sulit untuk inchrach atau berkekuatan hukum tetap.

PK berulang-ulang lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.  Pertama, masyarakat bisa semakin tidak percaya hukum, karena tidak ada kepastian hukum. Mereka yang sudah dihukum melalui proses pengadilan yang panjang, melalui upaya PK yang bersangkutan bisa dibebaskan dari hukuman atau dimenangkan dalam kasus perkara perdata.

Kedua, masyarakat bisa semakin beringas dan  menjadi hakim jalanan yang menghukum sendiri pelaku tindak kejahatan, karena masyarakat bisa semakin tidak percaya terhadap hukum karena pelakunya bisa bebas dari hukuman dan memenangkan perkara perdata melalui proses PK.

Ketiga, masyarakat bisa semakin apatis terhadap hukum.  Mereka yang mempunyai dana yang kuat bisa menyewa lawyer (pengacara) dan membayar para saksi untuk bersaksi palsu supaya siterpidana dibebaskan dari hukuman.

Keempat, dapat mencederai rasa keadilan masyarakat dan meruntuhkan kepercayaan investor kepada hukum di Indonesia.

Kelima,   perkara pidana dan perdata bisa semakin bertumpuk di Mahkamah Agung (MA) karena dengan Putusan MK  yang membolehkan PK berulang-ulang, maka mereka yang sudah dihukum dan menang dalam perkara perdata, bisa mengajukan PK.

Positif bagi Individu, Bahayakan Masyarakat

PK berulang-ulang dapat dimaknai positif dalam rangka penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).  Faktor positifnya, pertama, kalau salah menghukum seseorang bisa diperbaiki melalui upaya PK. Begitu juga kalau salah memutus perkara perdata, putusan hakim bisa dikoreksi melalui upaya PK.

Kedua,   melindungi hak asasi manusia, karena dalam banyak kasus, para hakim menghukum mereka yang tidak bersalah.

Akan tetapi, PK berulang-ulang bisa membahayakan ketertiban sosial karena sebagaimana dikemukakan diatas, masyarakat tidak percaya hukum,dan apatis.   Kalau timbul persoalan hukum di masyarakat, mereka adili sendiri sehingga merajalela anarkisme sosial.

Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan PK  yang membahayakan masyarakat, maka pemerintah dan DPR harus membuat UU yang memberi persyaratan yang sangat ketat untuk bisa mengajukan PK sebagai upaya hukum yang luar biasa untuk mendapatkan keadilan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun