Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Musni Umar: Pilpres di Bulan Ramadan Bakal Masif Politik Uang

16 Mei 2014   12:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:28 164 1
Dalam Workshop yang dilaksanakan Kesbangpol Jakarta Selatan (13 Mei 2014) dengan peserta dari penyelenggara pemilu di tingkat kelurahan, kecamatan dan kota se Jakarta Selatan ,  saya menyampaikan makalah bertajuk "Budaya Demokrasi, Kecurangan Pileg dan Harapan Pilpres 2014".

Dalam dialog dan tanya jawab, seorang peserta dari PPK (Panitia Penyelenggara Kecamatan) mengemukakan pandangan bahwa dalam pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli 2014 bakal lebih masif (massive) politik uang karena dilaksanakan pada bulan ramadan (bulan puasa).

Dalam merespon berbagai pertanyaan dan pernyataan dari peserta, saya mengemukakan pentingnya mencegah dan menghentikan berlanjutnya politik uang dalam pemilihan presiden.

Pernyataan itu tidak mudah diwujudkan.  Pertama, rakyat butuh uang.  Pemilihan umum (pemilu) telah dijadikan sarana bagi rakyat jelata untuk mendapatkan uang. Kalau tidak diberi uang dan sembako, lebih baik tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.

Kedua, penyelenggara pemilu honornya sangat minim hanya sekitar Rp 450.000/bulan, sehingga beberapa penyelenggara pemilu mengungkapkan keprihatinan mereka karena bagaikan kerja rodi.  Pada hal di berbagai daerah, penyelenggara pemilu banyak diisi para sarjana yang masih menganggur.

Oleh karena itu, mereka memanfaatkan kedudukan sebagai penyelenggara pemilu dengan aktif menghubungi para caleg tajir untuk menawarkan suara, mulai dari Rp 50.000/suara, paling rendah tawarannya Rp 20.000/suara.  Para penyelenggara pemilu yang rata-rata masih muda, ada yang aktif dan ada pula yang pasif-menunggu para caleg tajir atau tim suksesnya menghubungi mereka untuk bernegosiasi,  berapa jumlah suara yang diperlukan untuk duduk di DPRD, DPD dan DPR RI dan berapa harga satu suara.

Pilpres di Bulan Ramadan

Semula saya berpandangan bahwa pemilihan presiden (pilpres) yang bakal dilaksanakan di bulan Ramadan,  di saat mayoritas bangsa Indonesia melaksanakan ibadah puasa, politik uang dalam pilpres bakal berkurang bahkan tidak ada.

Akan tetapi, menurut salah seorang penyelenggara pemilu di PPK Jakarta Selatan mengatakan bahwa politik uang, bisa  lebih dahsyat dan lebih masif (massive) di bulan puasa. Pertama, dalam bulan puasa, apalagi menjelang lebaran,  semua jenis barang apalagi sembako meningkat harga berlipat ganda, sehingga kebutuhan pengeluaran juga meningkat luar biasa.  Pemilihan presiden (pilpres), bisa dijadikan sarana untuk mendapatkan uang, samada penyelenggara pemilu maupun rakyat jelata yang miskin dan mau lebaran.

Kedua,  tradisi mudik yang telah menjadi budaya tahunan, menjadi alasan kuat untuk menjadikan pilpres sebagai momentum untuk mendapatkan uang untuk mudik lebaran,  samada rakyat jelata yang menjadi pemilih maupun penyelenggara pemilu.

Ketiga, masyarakat Indonesia termasuk para pemimpin berbagai kelompok di masyarakat dan tokoh agama, berpandangan, bersikap dan berprilaku permisif (serba membolehkan) menerima pemberian uang, hadiah dan apapun juga tanpa melihat motif (tujuan) dan asal-usul  dari uang atau hadiah yang diterima.

Itu sebabnya politik uang dan korupsi merajalela di Indonesia, karena masyarakat dan para pemimpinya berprilaku permisif.

Perlu Kampanye "Tidak Politik Uang"


Menghadapi kenyataan dan kemungkinan yang bakal terjadi dalam pemilihan presiden RI, sebagai bentuk tanggungjawab kita  terhadap bangsa, negara dan kepada Tuhan yang Maha Esa, seluruh kekuatan bangsa terutama civil society seperti cendekiawan, ulama, pemuka agama, tokoh masyarakat, para pemimpin formal dan informal di semua tingkatan, media massa dan elektronik, aktivis pergerakan, LSM, dan sebagainya, sangat penting melakukan kampanye, tidak politik uang terutama dalam pilpres.

Tinjaun  dari segala aspek tentang bahaya politik uang misalnya  dari aspek agama, sosial, ekonomi, politik, pertahanan keamanan dan sebagainya dikampanyekan secara besar-besaran, dan lebih penting lagi para calon Presiden dan tim suksesnya, jangan coba-coba melakukan politik uang dalam pemilihan presiden RI 9 Juli 2014.

Momentum bulan ramadan, yang biasanya ramai ceramah agama di media, di masjid dan diberbagai tempat diadakannya traweh bareng, para dai, penceramah, narasumber tidak boleh bosan menyampaikan nasihat (taushiyah) tidak bolehnya menerima dan melakukan politik uang yang tidak lain adalah rasuah (sogok atau suap) yang haram dilakukan.

Semoga tulisan ini memberi pencerahan, penyadaran dan peringatan, supaya kita bergerak dan berjuang bersama mencegah politik uang  dalam pemilihan presiden 9 Juli 2014, demi menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai ini.

* Musni Umar adalah Sosiolog, Ketua PP Gerakan Nelayan Tani Indonesia (GANTI)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun