Kedua, telah berhasil memilih pemimpin daerah yang hebat seperti Joko Widodo, Ridwan Kamil, Ibu Risma dan lain-lain, sebagai cikal bakal pemimpin nasional, yang tidak pernah terjadi pada masa Orde Baru yang memimpin Indonesia selama 32 tahun lamanya.
Ketiga, kepala daerah memiliki kedekatan emosional dengan rakyat yang memilihnya, sehingga terdapat beberapa daerah melalui sistem pemilukada langsung telah menghadirkan kepala daerah yang berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai amanat pembukaan UUD 1945.
Belum Sempurna
Selama 10 tahun pelaksanaan pemilukada langsung, harus diakui masih banyak kelemahan seperti biaya yang amat mahal, politik uang, kecurangan dan lain sebagainya.
Sejatinya kelemahan itu, diperbaiki dan disempurnakan. Akan tetapi, yang dilakukan adalah mengembalikan pemilihan kepala daerah kepada DPRD yang semua tahu bobrok.
Reformasi yang dilakukan bangsa Indonesia tahun 1998 telah melakukan koreksi dengan mengembalikan kedaulatan rakyat kepada pemiliknya yaitu rakyat melalui pemilukada langsung, justru Presiden SBY dan Partai Demokrat sebagai partai penguasa berperan besar memuluskan kembalinya kedaulatan rakyat kepada DPRD.
Mengubur Demokrasi
Sejatinya Presiden SBY dan Partai Demokrat sebagai pemenang pemilu legislatif tahun 2009 menyelamatkan warisan reformasi yaitu pemilukada langsung
Pertama, Presiden SBY menjadi pemimpin Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun lamanya adalah berkat adanya refirmasi yang melahirkan demokrasi. Kalau tidak ada reformasi, maka hampir pasti SBY tidak akan terpilih menjadi Presiden RI.
Kedua, Presiden SBY berkibar namanya di seluruh penjuru dunia sebagai pemimpin demokrasi di negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Ini luar biasa dan patut disyukuri. Wujud kesyukuran, Presiden SBY dan Partai Demokrat yang dipimpinnya wajib memelihara, merawat dan menjaga demokrasi supaya terus tumbuh dan berkembang di Indonesia sehingga membawa kesejahteraan dan kemajuan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ketiga, Fraksi Partai Demokrat di DPR sejatinya menjadi penjaga terdepan demokrasi karena memiliki kekuatan terbesar di parlemen nasional dengan jumlah anggota 149 orang. Justru pada saat yang amat menentukan untuk menyelamatkan kedaulatan rakyat dalam sidang paripurna DPR 25 September 2014, malah walkout. Ini sangat mengecewakan dan pantas publik marah kepada Partai Demokrat.
Keempat, UU Pemilihan Kepala Daerah merupakan inisiatif dari pemerintahan Presiden SBY. Sebagai Presiden, kalau arah pembahasan RUU akan membelokkan demokrasi kembali kepada rezim Orde Baru, berhak menghentikan pembahasan RUU Pimilihan Kepala Daerah dengan alasan waktu yang sudah tidak memungkinkan karena masa kerja DPR periode 2009-2014 segera berakhir.
Akan tetapi, Presiden SBY membiarkan hal itu, dan tidak ada gunanya lagi curhat, marah dan menyesal terhadap keputusan sidang paripurna DPR yang meloloskan pemilihan kepada daerah melalui DPRD yang ditolak habis-habisan mayoritas rakyat, karena nasi telah menjadi bubur.
Maka tidak salah, kalau ada penggiat demokrasi yang berucap bahwa SBY dan Partai Demokrat mengubur demokrasi diakhir kekuasaannya.
Allahu a'lam bisshawab