Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Penghormatan Alam untuk Sang Kiai :Perjalanan Takziah ke Almaghfurlah KH. AM Sahal Mahfudz

26 Januari 2014   09:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:27 542 3

Kiai Sahal adalah ulama paling dihormati   di kalangan nahdiyin. Sampai akhir hayatnya ia masih menjabat sebagai Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ketua Majelis Ulama Indonesia, dan di tempat saya bekerja Sekolah Nasima, ia duduk sebagai anggota Pembina.

Saya bukan santri Kiai Sahal, namun sebagai warga naddliyin  dengan kesadaran sepenuh-penuhnya saya harus hormat dan taklit padanya. Beberapa kali saya diberi kesempatan untuk bertemu, baik  sowan bersama pimpinan  atau di forum-forum khsusus warga nahdliyin.

Sejurus setelah kabar duka itu menyebar, kami sibuk bertukar informasi dan mengatur rencana untuk takziyah ke kediaman Kiai Sahal di Ponpes Maslakhul Huda Kajen Margoyoso Pati. Semua kawan, sahabat, mulai dari pengurus cabang NU, kawan-kawan Ma’arif daerah, GP Ansor, Banser, dan rekan-rekan di wilayah Pati dan sekitarnya   memberi kabar bahwa Kota Pati masih di kepung banjir. Semua arah dan  jalan menuju Kota Pati digenangi air antara 1 sampai 1,5 meter. Akses yang paling memungkinkan dilalui hanya jalur Purwodadi-Pati via Kayen.

Pukul 06.30 saya bersama Ketua LP Ma’arif Jateng dan Pengurus YPI Nasima, berangkat dari Semarang menggunakan dua armada.  Satu SUV bersasis tinggi, satu lagi SUV dengan spesifikasi standar. Saya kebetulan masuk ke kendaraan pertama. Ada juga rombongan lain  dari PWNU Jateng yang  berangkat selepas subuh, dan   kabarnya belum juga sampai di lokasi.

Jalur Purwodadi yang kami lewati relatif lancar walau jalan rusak di beberapa ruas. Sepanjang perjalanan kami mendapat informasi kalau jalur Kayen sudah bisa dilalui.Hmm Legalah hati ini,  berarti genangan air  mulai surut.

Memasuki Kec. Sukolilo Pati kondisi jalan lancar tak ada hambatan. Saat memasuki wilayah Kayen tepatnya km 7 jalan Kayen Pati,   mulai terlihat antrean mobil, kerumunan orang, dan genangan air. Beberapa mobil tampak mogok atau memilih berhenti karena air tertalu tinggi untuk dilewati.

Kami pun mencari informasi ke segala sudut. Hampir semua orang  menyarankan agar putar arah dan kembali   ke Semarang. Kami mulai berhitung, tampaknya air hanya sebatas lulut. Tidak masalah untuk kendaraan bersasis tinggi seperti yang kami naiki. Dan sesuai perkiraan kami melewati genangan air dengan mulus, mesin tetap hidup tak ada masalah. Rombongan kami melewati banjir dengan aman.

Namun justru itulah awal mula  perjuangan  melewati banjir.  Selepas genangan pertama,  genangan air  dengan debit lebih tinggi sudah menghadang. Kondisinya lebih parah. Sepanjang jalan, tampak penduduk membuat tenda-tenda terbuat dari terpal. Bukan untuk tempat pengungsian, ternyata untuk  kandang ternak  darurat. Sapi, kambing, kerbau diikat di tiang tenda berjajar sepanjang jalan. Ya, bagi para petani, adakah barang lebih berharga selain hewan ternak?

Sejauh mata memandang hanya air dan air. Kami benar-benar harus berhitung. Informasi  yang kami dengar jalur jalan di depan yang terkena banjir hampir 2 km. Saya lihat memang ketinggian air mencapai pinggang orang dewasa. Kami pun berembung. Jalan terus! Ketua rombongan memutuskan demikian. Kecintaan pada Kiai Sahal lebih dari apapun  membuat energi kami berlipat.

Walau   dihantui  kekhawatiran macet di tengah jalan,  akhirnya genangan kedua bisa dilewati.   Sayang, rombongan kedua tak memungkinkan untuk  melanjutkan perjalanan. Mobil yang mereka tumpangi terlalu rendah dan memutuskan untuk berbalik arah pulang ke Semarang.

Banjir demi banjir kami lewati. Setelah salat Jumat di masjid Kota Pati, kami meneruskan perjalanan ke Kajen Margoyoso. Jalanan lancar karena tak ada banjir. Pukul 13.00 kami sudah sampai di lokasi. Jenazah Kiai Sahal sudah dikebumikan  saat kami tiba.

Kiai Sahal dimakamkan di komplek pemakaman keluarga di samping makam Syeikh Ahmad Mutamakkin , ulama besar  penyebar islam  di wilayah Pati dan sekitarnya, seorang neosufis yang hidup pada tahun 1645 - 1740.

Pelayat sudah mulai meninggalkan makam . Namun  masih  banyak juga yang datang.  Kami pun melakukan salat jenazah di depan makam Kiai Sahal, membaca tahlil, dan berdoa untuknya. Sejurus kemudian kami bergegas menuju rumah duka yang jaraknya hanya beberapa ratus meter dari makam.

Di rumah duka kami disambut  oleh Gus Rozin putra Kiai Sahal. Menurut Gus Rozin, Kiai Sahal Senin (20/1)  meminta  pulang dari rumah sakit. “Abah ngersake kondur, ingin istirahat di rumah. Kami pun menuruti keinginan beliau dan membawanya   pulang dari RSUP Karyadi  ke Pati. Alhamdulillah kok kita pulang Senin, coba kalau pulang hari Selasa, tentu lain ceritanya.  Mungkin ini penghormatan alam untuk Abah” tutur Gus Rozin.

Benar  apa kata Gus Rozin. Banjir yang menerjang Kudus, Jepara, dan Pati terjadi mulai Selasa (21/1). Akibat peristiwa itu Kota Pati dikepung banjir dari segala arah. Semua akses jalan ke arah Pati  nyaris tak bisa dilalui karena tingginya debit air. Hanya kendaraan-kendaraan besar saja yang berani melintas.

Dalam berbagai diskusi,  Kiai Sahal terkenal dengan  diplomasi yang tiada bisa ditawar. Pernah suatu ketika ada keinginan sekelompok Kyai yang mengusulkan membentuk partai politik (parpol) dengan dalih kesatuan NU. Dengan.   Tegas ia menolak   Menurut Mbah Sahal NU sudah  memiliki pengalaman. Membentuk satu parpol saja kacau dan pecah jadi dua. Kalau mbentuk lagi ya jadi sempal-sempal.

Kiai Sahal telah memimpin NU selama tiga periode berturut-turut. Selama itu pula, oknum elite NU banyak bermain politik praktis. Namun Kia Sahal tetap dengan "qararnya" bahwa NU tidak mengurusi politik praktis. Terkait fiqih sosial, beliau menerapkan teorisasi yang diajarkan dengan perilaku teduh, santun, dan mengayomi. NU seperti itulah yang menurut Kiai Sahal Rahmatan lil A'lamin.

Setelah mengucapkan bela sungkawa dan berbincang-bincang  kami pun pamit. Meninggalkan dalem Mbah Sahal dan kembali menyusuri banjir sepanjang jalur Pati-Purwodadi. Selamat jalan Kiai. Allahumma uktubhu 'indaka fil muhsinin waj'al kitabahu fi 'illiyyin wakhlufhu fi ahlihi fil ghabirin wala tahrimna ajrahu wala taftinna ba'dahu.

Pada saat yang sama ketika menyusuri dalamnya air di sepanjang jalan, kami  mendapat kabar  para pengurus PBNU KH. Hasyim Muzadi (Rais), H. As'ad Said Ali (Wakil Ketua Umum), dan KH Malik Madani (Katib Am), dan teman-teman lain  tengah berjuang melewati banjir di sekitar Winong Pati. Sampai malam larut  dan tiba di Semarang banjir belum juga surut. (Muslihudin el Hasanudin).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun