Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Puisi | Kidung Surut Manik Karat Batin

24 Desember 2017   16:49 Diperbarui: 24 Desember 2017   16:51 782 4
Sunyi mengajarimu membaca yang tersembunyi, disembunyikan
Sunyi riuhkan obrolan dibalik ketenangan tanpa riak
Sunyi memaafkanmu atas makian-makian pada segala ketak-benaran

Bagaimana aku menembang di kelabu langit dan basahnya bumi?
Atau memang telah sampai tatapku pada biru dan hijau semesta, nun dilapis entah ke berapa
Hunjam diam ia, diam, berakar di jiwa

Kidung Surut Manik Karat Batin (1)
Ketipung Gendang Beleq (2) seiring detak jantung

Bangunkan kenanganmu pada lekat getir pinang di tukaq lidah
Alirkan merah sekental darah
Banjir ia bersama masa lalu, menguntai di ribuan kisah

Pembayun (3) tembangkan Angin Alus (4)
Pedih hati mengurai di liris nada, hasrat sang puteri dipeluki samudera
Lahirkan jutaan anak cucu di nyawa Nyale (5)

Kidung Surut Manik Karat Batin
Sebening apa wajah cerminkan jiwa-jiwa bersih?

Denting mana yang kau simak diam-diam, mungkin alun Sendon (6) lebih merdu dan sampai pula ia di hati
Gelung Perade (7) susupi pikirku, pikirnya, entah dipikirmu
Mahar yang kuingin, saat akhirnya jodoh payungi kita

Sehari lain, kata-kata tak terbaca kesunyian
Sejelas mentari pagi di langit biru bersih, masih juga maknanya tak tampak
Maafkan, mungkin hatiku terlalu penuh dengan rasa yang salah

Kidung Surut Manik Karat Batin
Akal dan harapku masih saja tersesat, jadi biarkan kini aku kembali, sendiri

Kini bagaimana aku lupa melupa, bacalah seperti mentari setia sinari bumi
Ia tetap lewati berjuta satu kisah-kisah milyaran hati
Siapa aku hendak kangkanginya sendiri?

Jauh, jauh sebelum hari ini, tak ada pintaku cerita tertentu
Sudah kuberitahu, sebagian ia hadir seperti hujan dari awan abu-abu nan gelap
Jadi, biarkan itu terjadi kembali

Kidung Surut Manik Karat Batin
Tak pernah ada akhir sebenar, karena bahkan mati hanya tentang jalan pembuka

Kemudian Arin, mari bicara dengan dan bersama jiwa
Gunakan bahasa-bahasa yang tak pernah kita dengar pun baca
Hanya, kuyakini, hadirkan hangat di kulit ari serta hati kita

Sunyi temaniku bicarakan apa saja, terang pun gelap
Sunyi istanaku, semayan kisah-kisah tak bernama
Sunyi kembali aku, menanti, mungkin tanpa pernah ada yang sungguh wewujud diri

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun