Pemuda adalah pewaris bangsa, katanya. Pelajar adalah elemen terdidik dalam masyarakat tempat menaruh harapan akan kemajuan, seharusnya. Namun mirisnya, saat ini pemuda sekaligus pelajar, menunjukkan fenomena yang berbeda dari yang diharapkan. Salah satunya adalah tawuran yang hingga saat ini masih saja berulang terjadi, khususnya di kota dan kabupaten Bogor.
Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicky, menjelaskan bahwa tawuran ini sudah seperti tren tentang anggapan tolak ukur kejantanan remaja laki-laki. "Tawuran ini semacam menjadi tren, kejantanan atau bagaimana, kalau tidak tawuran bukan laki-laki. Bahkan untuk mencari sekolah dari awal mereka milih yang terkenal dengan tawurannya itu. Misalnya mau sekolah, wah sekolah ini hebat, nanti SMP yang berantem-berantem nanti masuk tingkat SMA juga itu juga sama milih sekolah seperti itu," paparnya.
Kasus tawuran pelajar masih terus terjadi di Kabupaten dan Kota Bogor dalam dua tahun terakhir ini. Polisi Daerah Jawa Barat mencatat sejak tahun 2017 hingga 2018, sebanyak 7 perkara tawuran yang ditangani di dua daerah tersebut. Kanit 4 Subdit Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Rustan Junaedi dalam seminar 'Mencari Akar Permasalahan Tawuran Pelajar dan Upaya Mengatasinya' yang diadakan oleh Universitas Pakuan mengatakan sebanyak 7 kasus itu tiga kasus terjadi di Kabupaten dan empat kasus di Kota Bogor.
"Untuk penyebabnya rata-rata disebabkan karena balas dendam dan saling ejek antar pelajar yang terlibat tawuran," kata Junaedi. Dalam paparannya, Junaedi menjelaskan ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya tawuran di kalangan pelajar yakni faktor intern dan ekstern. Faktor intern merupakan hal-hal yang menyebabkan remaja bertingkah tertentu yang datang dari dirinya sendiri seperti gangguan emosional dan tumbuhnya jiwa premanisme. Kemudian faktor ekstern adalah semua perangsang dan pengaruh yang menimbulkan tingkah laku tertentu pada anak-anak remaja atau perilaku menyimpang pada anak yang menyebabkan remaja terlibat tawuran. "Faktor ekstern diantaranya karena kurangnya pengertian atau perhatian orang tua tentang pendidikan, kurangnya pendidikan agama dan akibat pergaulan," kata Junaedi.Â