Di alam demokrasi, fenomena ulama yang kemudian terjun kedalam politik dan secara tidak langsung menjadikan seorang ulama sebagai aktor politisi menjadi hal yang lumrah dan sah-sah saja dalam perundang-undangan.Â
Bahkan merangkul para ulama adalah cara jitu menjadi tawaran strategis untuk mendongkleng suara untuk meningkatkan elektabilitas bagi para paslon pun diperbolehkan pada sistem saat ini. Seperti yang terjadi pada kampanye salah satu paslon yang meminta dukungan dari ulama. Dan video nya pun menjadi viral.
Keterlibatan ulama dalam perpolitikan sesungguhnya bukan hal baru. Sudah banyak sejarah-sejarah yang menjelaskannya. Hanya saja keterlibatan ulama saat ini pada politik praktis di sistem demokrasi, terutama ketika tahun politik berlangsung, hanya dijadikan alat legitimasi untuk mendulang suara semata untuk kekuasaan. Karena diyakini bahwa ulama sangat didengar oleh masyarakat, oleh karena itu apapun yang diucapkan oleh ulama pasti akan didukung oleh masyarakat.Â
Namun ketika salah satu Paslon sudah terpilih, pasca pesta demokrasi, justru ulama tidak jadi salah satu agenda untuk dimintai masukannya. Fatwa mereka tak pernah dijadikan rujukan untuk mensolusi problem umat. Tsaqafah Islam yang ada dalam akal dan hati ulama tak pernah diperjuangkan untuk diterapkan dalam pemerintahan.Â
Sehingga pada akhirnya, demokrasi meniscayakan perolehan suara sebagai jalan mencapai kekuasaan yang rentan dengan menghalalkan segala cara, yang  seringkali cara-cara tersebut justru bertolak belakang sebagaimana mestinya
Dan akhirnya, membuat peran ulama yang seharusnya menjadi pudar, bahkan ulama sebagai symbol agama malah semakin kehilangan auranya sebagai salah satu instrumen pembawa kesejukan dan pencerahan bagi masyarakat.
Perlu di perhatikan dan dipahami "apa itu Politik sebenarnya dalam Islam"  dan "apa sebenarnya peran ulama", sehingga keterlibatan ulama dalam dunia perpolitikan tidak disalah gunakan hanya untuk membantu dalam legitimasi meraih suara dalam tampuh kekuasaan semata  dan membuat kebijakan yang tidak semestinya.Â
Sebagaimana dilansir dari eramuslim, Â Islam mengatur permasalahan politik atau yang dikenal dengan istilah 'siyasah'. Menurut terminologi bahasa siyasah menunjukkan arti mengatur, memperbaiki dan mendidik. Sedangkan secara etimologi, siyasah (politik) memiliki makna yang berkaitan dengan negara dan kekuasaan.
Islam dan politik adalah dua hal yang integral. Oleh karena itu, Islam tidak bisa dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan masyarakat dan negara, sebab Islam bukanlah agama yang mengatur ibadah secara individu saja.Â
Namun, Islam juga mengajarkan bagaimana bentuk kepedulian kaum muslimin dengan segala urusan umat yang menyangkut kepentingan dan kemaslahatan mereka, mengetahui apa yang diberlakukan penguasa terhadap rakyat, serta menjadi pencegah adanya kedzaliman oleh penguasa. ()
Ulama dalam islam memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagaimana yang Rosulullah sabdakan:
"Ulama adalah pewaris para nabi" (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu 'anhu)
Sebagai pewaris para Nabi, ulama wajib meneruskan tugas anbiya' di dunia. Yakni membawa kabar gembira, memberi peringatan, mengajak kepada Allah dan memberi cahaya. Allah SWT berfirman, "Wahai Nabi! Sungguh Kami mengutus engkau sebagai saksi, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan sebagai orang yang mengajak kepada Allah dengan izin-Nya, dan sebagai pelita pemberi cahaya. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang beriman, bahwa mereka akan memperoleh karunia yang besar dari Allah." (QS Al-Ahzab [33]: 45-47)
Sedangkan peran mereka di sisi penguasa, Hujjatul Islam Imam Ghazali merincinya dalam perkataan masyhurnya yang beliau tuliskan dalam kitab Ihya'-nya:
"Tidaklah terjadi kerusakan rakyat itu kecuali dengan kerusakan penguasa, dan tidaklah rusak para penguasa kecuali dengan kerusakan para ulama."
Perkataan di atas menunjukkan peran ulama di hadapan (di samping) umara' (penguasa). Penguasa tanpa bimbingan dan kontrol dari para ulama akan memerintah dengan selain Islam, dan dari koridor syariat.Di sinilah peran ulama melakukan amar makruf nahi munkar, melakukan kontrol serta muhasabah terhadap umara'.Para ulama terdahulu (salaful ummah) juga konsisten dalam mengamalkan hal ini.Â
Mari meniti teladan dari imamnya para ulama, sahabat, sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW, Ali bin Abi Thalib. Yang Rasul sabdakan, jika Beliau SAW adalah kotanya ilmu, maka Ali adalah pintunya. Sebagai penghulu ulama, beliau tidak segan menjalani fungsinya untuk menasihati khalifah. ()
Peran Ualam dan politik dalam islam, menjelaskan bahwa keduanya seperti satu keping koin yang saling terikat dan tidak bisah dipisahkan. Ulama sejatinya akan terus berpolitik melakuakan amar makruf nahi munkar untuk menjaga Kekokohan Negara dan pondasi-pondasi didalam negara.
Realita yang berlangsung hari ini, di Alam Demokrasi, sudah mulai menunjukkan hal berbanding terbalik sebagaimana sejatinya peran dan fungi ulama didalam sebuah tatanan masyarakat, dimana banyaknya para ulama yang kehilangan taringnya didepan pemangku kekuasaan, sikap kritis kepada pemerintah sudah tumpul bahkan tidak banyak para ulama yang memutuskan untuk menjadi kolega dalam perpolitikan hanya sekedar 'menjaga suara' agar tetap aman sehingga mampu memenangkan pertarungan.
Kesalahan-kesalahan kecil seperti inilah yang sering dilakukan oleh para ulama sehingga dengan sadar atau tidak menyadari akan melemahkan kharismatik dari sosok yang dipercayai sebagai pewaris para nabi terdahulu, peran seorang ulama menjadi samar ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat yang berindikasi hilangnya sebuah kepercayaan.Â
Sejatinya peran ulama akan berjalan sesuai khittah para ulama dalam menjaga agama dan negara ketika Sistem islam diterapkan dalam Bingkai Daulah Khilafah islamah.Wallahu a'lam bishowab