Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

Wisata Islami di Aceh: Ngapain Aja (Bagian 2)

16 Agustus 2012   10:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:40 740 1
Ramadhan semakin tua. Kini, jalanan dan pasar lebih ramai ketimbang mesjid atau menasah. Situasi serupa mungkin sama di kebanyakan wilayah Indonesia, termasuk di Aceh. Akhir-akhir ramadhan dan seminggu pertama lebaran, kebanyakan perantau Aceh pulang kampung. Saat-saat  inilah kawasan wisata padat dipenuhi pengunjung, khususnya pantai. Bila kebetulan anda pulang kampung ke Banda Aceh setelah sekian lama pergi atau kebetulan terdampar di kota ini. Kemana saja seharusnya anda pergi? Tulisan ini sekaligus menyambung tulisan sebelumnya yang berjudul Wisata Islami di Aceh: Ngapain Aja (bagian 1). Tulisan ini juga diharapkan menjadi sarana promosi wisata Aceh untuk Visit Aceh Year 2013, tahun depan.

Tour sebaiknya dimulai dari titik indah Banda Aceh yaitu Ulee Lheu. Di sini terletak pelabuhan penyebrangan menuju Titik Nol Kilometer Indonesia, Pulau Weh - Sabang. Pulau weh, dari kejauhan nampak persis seperti tugas guru menggambar disekolah dasar, yaitu dua buah gunung dengan ceruk di tengahnya. Sebelum gunung ada bentangan laut dengan kapal-kapal nelayan tradisional yang sedang mencari ikan. Di langitnya nampak rombongan burung camar sedang berangkat mencari nafkah ke arah daratan.

Ulee Lheu adalah garis demarkasi dua laut yaitu selat Malaka dan lautan Hindia. Bila berdiri di jembatannya, maka pandangan ke kiri akan menemukan pantai-pantai dengan pasir hitam. berpaling ke kanan akan melihat pantai-pantai jauh yang berpasir seperti Ujong Pancu, Lam Puuk, Lhok Nga, Layeun hingga Lhong yang terus bersambung ke pantai Barat Meulaboh dan Negeri Legenda Naga, Tapak Tuan. Berpaling sedikit ke tengah, akan nampak siluet pulau-pulau tengah laut yaitu Pulau Aceh, Pulau Breuh dan pulau-pulau terdepan Indonesia lainnya.

Namun demikian, dibalik keindahan itu disini pula terkubur kisah sedih, khususnya saat tsunami besar 7 tahun lalu. Sebagian Ulee Lheu telah di telan laut, demikian juga saudara-saudara kami yang berlarian mengambil ikan waktu air surut saat minggu pagi itu. Bahkan rumah-rumah, toko serta rumah sakit 5 km  dari titik ini tak tersisa. Kecuali sebuah mesjid yang kami sebut Miracle Mosque atau Mesjid Ajaib Ulee Lheu. Inilah satu-satunya bangunan yang selamat dari terjangan dua lautan ketika tsunami besar itu.

Tak jauh dari makam massal tsunami, terdapatlah sebuah bukti raksasa tsunami yaitu Kapal PLTD Apung. Kapal ini berbobot 20.000 Ton dengan panjang 60 meter dan tinggi 20 meter. Kapal ini terbawa sejauh 5 km ke darat dari laut. Sebelum tsunami, kapal ini disandarkan di lepas pantai untuk memasok listrik tenaga diesel ke Banda Aceh. Namun, tsunami telah membawanya ke darat dan belum ditemukan cara untuk membawanya kembali ke laut. Disamping kapal tersebut, terdapat Taman Edukasi Tsunami yang berisi banyak sekali foto-foto tragis akibat tsunami yang mungkin tak ditemukan di tempat lain. Misalnya: foto gelombang tsunami ketika masih di laut yang diambil dari sebuah pantai tanker, foto tragis korban tsunami yang meninggal ketika sedang hamil, foto anggota polwan yang meninggal tergantung pada lantai kantornya. Rasa ngilu di dada langsung menyergap menyaksikan foto-foto ini.

Dari Kapal Apung, kita bergerak menuju Museum Tsunami. Tidak lengkap rasanya, kalau berkunjung ke Aceh tanpa mengunjungi Museum Tsunami, apalagi menjelang Visit Aceh 2013. Museum ini dibangun oleh BRR NAD-NIAS setelah  perlombaan desain yang dimenangkan M. Ridwan Kamil, dosen ITB dan berhak atas dana 100 juta rupiah. Museum ini sendiri menghabiskan 70 Milyar untuk pembangunannya. Bila diperhatikan dari atas, museum ini merefleksikan gelombang tsunami, tapi kalo dilihat dari samping (bawah) nampak seperti kapal penyelamat dengan geladak yang luas sebagai escape building. Cerita lebih lanjut tentang Museum Tsunami bisa dibaca dalam tulisan sebelumnya.

Dari Museum Tsunami, anda dibawa menuju “Boat di Atas Rumah”. Boat ini sudah semakin tua dan lapuk, karena sudah tujuh setengah tahun mendarat disini. Boat ini tidak hanya telah menyelamatkan 56 orang saat tsunami terjadi, tetapi telah mengantarkan seekor buaya dari Pulau Aceh, yaitu salah satu pulau yang berada di antara selat Malaka dan Lautan Hindia. Untungnya buaya ini baru diketahui setelah air tsunami surut. Jika tidak mungkin 56 orang ini ikut menjadi catatan sejarah sebagai korban, bukan sebagai mereka yang selamat.

Dari sini, anda dibawa menuju Alue Naga melewati Makam Keramat Tengku Syiah Kuala yang terkenal, penasehat 4 Ratu Aceh terkenal, dari Tajul Alam hingga Safiatuddin. Mengapa keramat? Betapa tidak, hanya berjarak 70 meter dari bibir pantai, tapi tidak ada tanda-tanda kerusakan sedikitpun. Di Alue Naga yang eksotik, terdapat sebuah sisa jembatan yang panjang hingga 200 meter. Namun, saat ini jembatan ini hanya tinggal sisa-sisa tiangnya. Sementara badan jembatan telah dihancurkan oleh arus tsunami yang demikian kuat. Menyingkirkan semua yang ada, tidak hanya batu dan pasir, tetapi juga besi pengikat jembatan. Suatu bukti bahwa, airpun bisa mengalahkan pasir, pasir, semen, beton dan besi.

Setelah melalui tempat indah ini, anda dibawa menuju Layeun, sebuah Kampung Tsunami. Kampung ini berobah total, dulunya di pinggir laut, sekarang pindah ke kaki bukit. Banyak cerita sedih disini. Diantaranya, ada anak-anak yang kehilangan orang tua dan seluruh anggota keluarganya, sehingga dia harus berjuang sendiri dengan bantuan orang-orang kampung untuk meneruskan hidup. Salah satunya adalah Elvilaini, pelatih group tari anak-anak Layeun yg sudah menamatkan pendidikan pesantrenini kehilangan ayah, ibu, 2 orang adek dan seorang nenek saat tsunami datang. Kini dia tinggal dengan keluarga pamannya.

Tapi cerita sedih itu sudah seharusnya berakhir, kini saatnya harus bergembira. Andapun tidak disambut dengan tangis, tapidengan Tarian Ranup Lampuan anak-anak penari dari keluarga yang selamat saat tsunami. Jangan lupa menyiapkan uang kecil untuk “barter” dengan gulungan sirih khas ataupun permen yang ada di baki para penari. Setelah tarian Ranup Lampuan selesai, anda bisa menikmati makanan-makanan khas pesisir seperti Barbeque Ikan,Sate Gurita, Teri Crispy dan Kuah Pliek (44 macam sayur) dengan kerang panjang kecil yang sangat manis bila dihisap. Selesai makan dan beristirahat sejenak, maka para anda kembali dihibur dengan tarian-tarian lain seperti Meusekat dan Ratoh Duek. Terakhir, para tamu akan diajak bergabung dengan penari dan berlatih beberapa gerakan Tari Saman. Alhasil, Café Ujong Glee, demikian nama tempat itupun menjadi heboh luar biasa, akibat kesalahan-kesalahan yang dibuat saat ”latihan bersama”.

Finishing

Hari ketiga adalah hari terakhir. Sebelum pulang, anda dibawa ke tempat-tempat souvenir dan pasar-pasar yang menjual barang-barang spesifik Aceh yang tidak ada di daerah lain seperti rencong, peci Aceh, dendeng Aceh, kopi Ulee Kareng dan lainnya. Setelah ini, kami akan mengantarkan anda pulang baik melalui udara atau jalan darat. Pilihan lainnya, anda bisa menghabiskan liburan ke Sabang: berkunjung ke Kilometer Nol Indonesia, diving dan snorkeling atau meneruskan ke bagian lain Aceh seperti Pulau Banyak(melihat komunitas Penyu Hijau) dan Ketambe (melihat Orang Utan dan bunga Raflesia serta tempat asli tari Saman).

Ayo, tunggu apalagi, mari berlibur ke Aceh. Kami siap membantu kawan-kawan yang ingin datang. Dapatkan info lengkap sini atau kunjungi FB kami. Tersedia pelayanan 24 jam bagi anda. Akhirnya, selamat berbuka puasa...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun