(1) Migran,mayoritas mereka bisa dikatakan seperti itu. Berasal dari berbagai macam daerah dengan kondisi sosial,ekonomi,politik dan budaya yang sangat beraneka ragam,termasuk situasi dalam keluarganya. Kemudian beraglomerasi dalam satu kampus di kota yang memang terbuka dengan kedatangannya (artinya banyak institusi pendidikan tinggi). Bekal nilai darimana mereka berasal tersebut mungkin tidak bisa dikatakan embedded, tapi lumayan memberikan nuansa bagi perilakunya.
(2) Pada institusi apa mereka menempa ilmu (PT apa dan dimana) sangat membentuk karakter keilmuannya. Apakah mereka menjadi sangat disiplin dengan berbagai macam tugas yang selalu diberikan dosen. Setiap hari ada saja jurnal yang harus direview, paper atau makalah untuk tugas mingguan, bulanan dll. Atau menjadi sosok merdeka, karena kelonggaran institusinya. Tidak banyak tugas, kalaupun ada hanya wajar, dikumpulkan setiap menjelang uts atau uas. Struktur ini sangat memberikan sumbangan dalam proses pembentukan nilai bagi mereka, tidaklah 100 persen,,paling 50 sampi 60 persen.
(3) Masih berbicara struktur, organisasi atau komunitas apa yang membentuk aktivitasnya. Apakah organisasi keagamaan dengan berbagai variannya: fundamentalis, semi fundamentalis, kultural, intelektualis dst, nilai yang ditanamkan sangat berbeda satu sama lain. Ataukah organisasi seni yang melakukan olah rasa yang menjadikannya kreatif, nyentrik dan produktif dengan berbagai karya seni. Tidak kalah besar pengaruhnya adalah organisasi politik yang mendidik mereka menjadi sangat pandai bernegosiasi, diplomasi, alibi dll. Sudah menjadi rahasia umum, mereka menjadi ajang pengkaderan organisasi politik besar di tingkat pusat. Ada juga mahasiswa yang sangat apatis dengan hiruk pikuk kehidupan kampus, dan memilih kampus-kos-mall. Belum lagi komunitas-komunitas unik, mulai dari hobby, asal daerah, etnis, kreativitas dll. Berbagai macam organisasi ini sangat-sangat mempengaruhi karakter mereka, karena ikatan emosional yang dibangun, intensitas pertemuan juga sangat sering dan passion mahasiswa lebih terasah disini daripada kehidupan akademik di kampus yang sangat formal.
(4) Masih banyak organisasi lain..
Berbagai macam habitus tersebut mengkonstruksi mahasiswa untuk bisa menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu.
(a) Tidak akan menjadi sesuatu, jika mahasiswa tersebut membiarkan dirinya berlama-lama dalam arus perputaran dan perebutan nilai tersebut. Maka sering muncul istilah pencarian jati diri atau galau yang terlalu berlarut-larut. Pada kadar yang biasa, paling larinya ke rokok, cafe-cafe nongkrong yang sangat berjamur atau justru mengasingkan diri (teralienasi). Pada kadar yang paling parah larinya ke narkoba, tindakan kriminal atau asusila. Penelitian skripsi mahasiswa(2013), penghuni lapas narkotika di Jogja mayoritas adalah mahasiswa.
(b) Menjadi sesuatu, jika mahasiswa tersebut tidak berlarut-larut dalam kegalauan dan segera mengambil keputusan dari berbagai nilai-nilai yang mengepungnya tersebut, memilih satu, menekuni dan mampu menghasilkan prestasi yang membaggalan dirinya, komunitas dan kampus. Tidak ada manusia yang sempurna bisa melakukan segalanya, tapi apa yang bisa aku lakukan, karya apa yang bisa disumbangkan. Artinya adrenalin yang lagi tinggi-tingginya dapat mereka kelola menjadi sebuah sesuatu hal yang membanggakan.
Sekarang, pilihan bagi mahasiswa sendiri apakah akan menjadi sesuatu atau tidak menjadi sesuatu dan dilupakan sejarah atau justru menjadi sampah sejarah. Ayo bangkit kawan, kita adalah penulis sejarah (*)