Momen 31 Januari, tepat HUT Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Saat semalam saya hadir dalam acara syukuran milad jelang seabad Nahdhatul Ulama di Kantor PBNU, suasana damai dan tenang, syahdu dengan alunan ayat Qurani, gema sholawat Badar, dan hentakan lagu wajib perjuangan NU, semuanya dalam suasana ala tradisi NU.
Dihadiri para petinggi NU, baik Ra'is Aam, Ketua Umum Tanfidziyah, dan pengurus PBNU, wabilkhusus Panitia Muktamar NU. "NU Mandiri, Indonesia Bermartabat" , demikian tema Muktamar NU terpampang di video backdrop bersama gambar foto-foto para tokoh pendiri NU.
Ulama NU, Prof KH Makruf Amin pun hadir, baik sebagai bagian dari NU dan juga sebagai Wakil Presiden. Biasa saja suasana kesederhanaan, tetap khusuk dan khidmat.
Suasana Peringatan Milad NU ini berada di tengah kesiagaan warga dunia, menghadapi wabah virus Korona Wuhan. Sumber wabah penyakit yang disebut Korona Wuhan tengah menjangkiti semakin luas. Virus Wujan lebih ganas dibanding Virus sebelumnya.
Terhanyut dalam suasana khusuk di halaman PBNU, saya baru sadari, ada Virus yang lebih berbahaya lagi. Sebut saja VIRUS SAS.
Sebelumnya, yang masih kita ingat, ada Virus MERS (Middle East Respiratory Syndrom) bermula dari semenanjung Arab, juga dikenal SARS atau Severe Acute Respiratory Syndrome, berasal dari Hongkong.
Sisi lainnya, mulai berkembang virus SAS. Efeknya mulai merebak dan menjalar, pengaruhi rasa dan fikiran setiap orang. Termasuk mempengaruhi pandangan, persepsi dan keyakinan setiap orang.
Virus SAS ini tak bisa disembuhkan atau dievakuasi seperti ketiga virus tersebut. Dari sisi waktu, biaya dan tingkat emergencynya sangat besar dampaknya. Ibarat manusia, daya serangnya lebih bersifat massal, massiv dan sistematis, bahkan mengakar, dimana-mana.
Uniknya V-SAS, atau Virus SAS itu menjadi "bakteri" yang menularkan kesadaran baru, kekuatan baru, semangat baru dan solidaritas bersama. V-SAS ini langsung mempengaruhi otak, jantung, lever, urat nadi, mata, telinga, mulut dan spiritualitas setiap orang.
V-SAS menyerang sistem dan jantung kekuasaan, membongkar oligarkhi, menghancurkan konglomerasi, menohok konspirasi, menghilangkan monopoli, dan menghapus penyakit korupsi.
V-SAS menunjukkan adanya penyakit akut, syndrome hingga chronis yang menghinggapi sebuah bangsa tentang penyakit kerakusan, keserakahan, ketamakan, kesombongan, budaya korupsi, nafsu kolonialisasi, yang semuanya berdampak pada ketidakadilan dan jauhnya kehidupan sosial yang makmur dan sejahtera. Negarapun masih jauh dari cita merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Itulah, V-SAS, alias Virus Said Aqiel Siradj, yang namanya populer disingkat SAS, seorang Ulama dan Pemimpin muslim berpengaruh, yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama.
Begitu tegas, bahkan nyaring dan keras, bak virus mematikan, tiap kata, kalimat, dan rangkaian narasinya sangat tajam dan mematikan. Suaranya yang bertenor bas, menggemakan suasana, menggetarkan kesadaran dan pencerahan buat semua.
Tak peduli dengan gencaran di media sosial dengan serangan balik virus bully, kritik pedas, caci, maki dan sumpah serapah, seakan SAS bersuara lantang dikesankan dan dituduh kecewa dan sakit hati karena tak menikmati kue kekuasaan baik pribadi maupun PBNU secara institusi.
Apa yang disampaikannya memang bernyawa. Substantif. Isinya memang menjadi realita, nyata bahkan gumpalan penyakit virus kebangsaan, perintahan, seputar masalah ketidakadilan sosial-ekonomi, salah urus program dan kebijakan negara, serta penyakit chronis lainnya. Bak cemeti, V-SAS terus mengarah jadi pemicu kesadaran dan pencerahan.
Kecuali bagi yang abai atau tak menganggap serius, V-SAS bisa menjadi bola salju dan bola liar yang terus menggelinding. Momentum demi momentum, gaung V-SAS ini sangat efektif langsung diterima dan ditangkap oleh warga - jamaah Nahdhiyyin.
Bahasa dan langgam V-SAS dengan narasi dan orasinya
sangat mudah dipahami dan langsung merasuki
warga NU yang tersebar seantero nusantara dan dunia. Karena jaringan NU telah banyak tersebar di mancanegara.
Banyak pihak, langsung terhentak, terkesima, bahkan kembali ke memori masa Gus DUR, saat Gus Dur secara konsisten, terdepan dan tertajam meskipun diselingi banyak guyon, melakukan kritik terhadap rezim paling berkuasa di Republik ini, Orde Baru.
Saat itu V-G (Virus Gusdur), dalam sejarah menjadi pemicu gerakan reformasi. Gerakan perubahan rakyat yang menumbangkan adikuasa Soeharto yang akhirnya mengundurkan diri karena rakyat-santri-mahasiswa bersatu bersama dengan seluruh komponen yang kritis. Jadilah, kekuatan ulama-rakyat-mahasiswa terkonsolidasi, berangsur mendapat dukungan ABRI (TNI-POLRI) serta Parlemen.
VIRUS SAS sebenarnya sudah mulai sejak awal tahun 90-an. Saya mengenal dekat SAS sejak saya muda di GP Ansor, Beliau ikut meluncurkan buku Pertama saya, Gerakan Moral Anti Korupsi di Hotel Acasia, seberang Markas PBNU. Kemudian perlahan, Virus pemikiran dan gerakan SAS menemukan momentumnya, ketika terpilih sebagai Ketua Umum PBNU. Virus SAS bertumbuh di masa Virus Gusdur yang memang SAS sangat dekat, bahkan seakan tanpa jarak dengan pemikiran dan langkah Gus Dur.
Apakah Virus SAS akan mengulang sejarah itu ? Atau justru, malah Virus SAS, menjadi obat dan penyembuh dari segala penyakit yang komplikasi menimpa jiwa raga sistem dan budaya negeri ini.
Tentulah, dengan spiritual wisdom dan kesadaran sosial kita, negeri dengan sejuta harmoni dan spirit persaudaraan ini lebih mudah menemukan titik simpul "kalimatun sawaa", terbangunnya silaturahim, rekonsiliasi, dan sinergi yang terbaik antara umara, ulama dan umat.
Silahkan, mulai mendeteksi dan terapi, apakah Anda termasuk yang terkena dampak Virus SAS dimaksud ? Lalu bagaimana menyembuhkannya ?
Salam Takdzim, Almukarrom Kyai Said, Virus SAS sudah menjalar lebih cepat bahkan sangat cepat ke relung hati para santri, wong ndeso, ibu-ibu di dapur, pengguna jalan tol, kaum pengangguran, rakyat jelata, kaum dhu'afa hingga rakyat di emperan, pelosok desa dan perbatasan.
Moga jangan sampai meledakkan revolusi sosial di tengah kondisi ekonomi yang rentan dan kehidupan sosial yang rawan, meskipun diam, seperti air tenang yang didiami buaya, bisa meletupkan semburan kemarahan dan amuk.
Sajadah, 31.01.2020