Mohon tunggu...
KOMENTAR
Diary Pilihan

Kehakikatan Hati yang Terbaik

9 November 2022   20:01 Diperbarui: 9 November 2022   20:18 187 5
Namaku Mumtazah Naim, orang-orang mempersingkatnya dengan memanggilku mona. Entahlah, kata mona tak tau datang darimana. Tak sekali dua kali orang-orang menanyaiku akan hal itu.

Ini tentang diriku di hari Sabtu 08 Oktober 2022. Tepat 2 minggu sebelum hari itu datang, aku memberanikan diri untuk mendaftar mengikuti suatu ajang lomba bergengsi se-Sumatera Barat. Itu ajang yang sudah WOW bagiku. Acara itu milik SMAN 1 Padang Panjang.

Ketika mengakses link pendaftaran jariku tertuju dengan sebuah lomba yang Masya Allah.
Lomba itu memang sudah pernah kucercah dahulunya. Diantara banyak pilihan, hatiku yakin ingin mengikutinya. Hatiku seakan tergerak sendiri.

Tanpa berlama-lama, jari jemariku gesit mendaftarkan aku pada ajang itu. Cabang lomba itu adalah lomba Tahfidz. Dan segera aku menyelesaikan administrasi.

Tentu, suatu hasil tanpa usaha, ya sama dengan 1 dikali 0 bukan? Di hari hari sebelum hari H, diriku bukannya murajaah sebagai usaha, tetapi malah overthinking terhadap sesuatu yang belum pasti.

Hari demi hari, sesuatu yang sudah penuh di kepala, akhirnya meledak. H-7 dari lomba diriku sudah di tes, diuji, yang menggerakkan hatiku untuk melakukan yang seharusnya kulakukan.

Tiap waktu luang kucoba untuk berusaha, bahkan mencuri kesempatan. Dimulai dengan murajaah juz 30, dan kulanjutkan dengan juz 1.

Semakin hari itu mendekat, semakin aku ingin berlari menjauhinya.

Pagi hari 08 Oktober 2022, ku awali dengan shalat shubuh. Menjelang mentari menyingsing menampakkan eloknya, aktivitas ku isi dengan murajaah persiapan tampil nantinya.

Tak banyak harapan kutumpukan, sikap pasrah lebih mendominasi di hari itu. Sinar mentari semakin terbang tinggi memenuhi langit pagiku, cerah secerah wajah semangat dan antusias yang ibuku tampakkan padaku.

Sebelum kakiku melangkah meninggalkan rumah dihari itu, aku berbalik arah dan pergi meminta doa restu dari ibuku.

Sesampainya aku di SMAN 1 Padang Panjang, tabuhku seakan baru memasuki laut es kutub utara, dingin membeku. Semangat yang berapi-api serentak padam.
Melihat ribuan orang yang berkumpul dihari itu.

Diriku yang diam membeku segera mencair kala ibu Leja datang menghampiriku. Ibu Leja menyemangatiku dan mengajakku masuk ke tempat para emas berlian berkumpul dari penjuru sekolah yang diutus.

Langkah kanan memulai masuk ke tempat dimana nantinya aku akan bersaing. Dari hawa ketakutan dan keminderan mendesakku. Sesak rasanya. Mendengar kontestan lain dengan suara emasnya.

Kututup mata dan telinga, kupilih untuk melanjutkan murajaah sebagai pengalihan. Juri satu demi persatu masuk, detak jantungku kali ini benar-benar diluar kendali. Susah rasanya ku bernafas normal.

Rasa cekikan itu semakin erat kala aku tau, nomor urut tampilku nomor 4. Tetiba demam panggung. Juri mulai membacakan kriteria dan rules perlombaan. Tak kudengarkan, rasa deg-deg dan grogi lebih dipilih ragaku.

Peserta pertama mulai tampil. Disamping itu sebenarnya aku bersyukur tidak menjadi orang yang pertama tampil, walau urut 4 setidaknya aku bisa melihat bagaimana orang-oranh sebelumku. Peserta 2, dan lanjut kepada peserta nomor 3. Yang artinya tak lama akulah yang akan maju duduk di mimbar.

Selang 5 menit setelah itu, nomor urutku tersebut. Mati rasa tubuhku, vena arteriku seakan tersumbat. Ku berdoa dalam hati agar dilancarkan seraya menyalami Ibu Leja.

Soal pertama mulai dibacakan juri. Ku awali penampilanku dengan ta'awudz dan basmalah. Ayat demi ayat kulantunkan, sedikit lega karena di soal pertama alhamdulillah aku tak terkendala, begitu soal nomor 2 dan 3.

Namun perjalanan memang tak selamanya lurus. Tepat di soal terakhir penggalan terakhir, nafasku habis seketika tercekik dan bacaanku terhenti. Kacau sesaat aku disaat itu, tapi kekacauan diriku tak kubiarkan berlarut, segera kulanjutkan bacaanku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun