Mohon tunggu...
KOMENTAR
Bola Pilihan

Final Piala Eropa 2024 Spanyol vs Inggris, To Be or Not To Be

14 Juli 2024   18:19 Diperbarui: 14 Juli 2024   19:10 250 3
To be or not to be thats the question adalah penggalan solilokui dari lakon Hamlet Pangeran Denmark, karya besar William Shakespeare. Pujangga Inggris paling populer di dunia.

To be or not to be, barangkali kalimat lakon drama yang paling banyak dikutip oleh suatu pimpinan institusi atau seseorang saat saat berada pada situasi genting.

Mengutip kalimat itu, biasanya akan diikuti dengan suatu pencanangan tekad, optimisme dan langkah tindakan untuk meraih tujuan.

Namun sebenarnya dalam kisah Shakespeare itu, saat pangeran Hamlet berswabicara mengucapkan kalimat itu ketika dirinya sedang dalam dilema dan keraguan. Menimbang pilihan bimbang. Antara apakah saat itu akan lebih baik menyongsong kematian saja, lari dari kenyataan pahit. Atau tetap meneruskan kehidupan, menghadapi situasi dilematis nan muram.

Pangeran Hamlet pulang ke Denmark dari perguruan tempatnya menuntut ilmu di luar kota. Karena raja Hamlet ayahnya meninggal mendadak. Dan pamannya, adik laki - laki ayahnya telah menikahi ibunya. Pamannya saat ini juga memegang tampuk pemerintahan kerajaan Denmark sementara.

Masih dalam masa berkabung, di tengah malam hening dan gelap, dalam suasana hati duka, bimbang dan risau. Di puri kerajaan, Hamlet terperanjat saat ditemui jisim, hantu ayahnya. Jisim raja Denmark itu menyandang pakaian perang, lengkap.

Penuh amarah, raja Hamlet mengungkap kejadian sebenarnya musabab kematiannya. Hamlet anaknya mendengarkan sambil menggigil ketakutan.

Jisim sang raja mengatakan, sebenarnya dirinya tewas tak wajar seperti yang dikabarkan. Namun mati konyol telah dibunuh oleh adiknya sendiri. Saat sedang tertidur di taman, adiknya memasukan racun ke telinganya. Rajapun tewas seketika.

Rupanya sang paman kerasukan,  tak bisa menahan diri dari tindakan gila. Tersebab mencintai iparnya, ibu Hamlet. Juga serakah, mengincar tahta kerajaan kakaknya.

Kepada jisim ayahnya, masih menggigil ketakutan  pangeran Hamlet berjanji akan membalas dendam kepada pamannya.

Namun pangeran Hamlet adalah seorang pemikir dan filosof. Tidak pernah bertindak tergesa - gesa. Selalu menimbang dan merenungi sebelum mengambil keputusan penting.

Membunuh pamannya? Bagaimana peristiwa itu akan dipandang. Dari sisi hukum, moralitas, keadilan juga dampak lainnya terhadap kehidupan kerajaan?

To be or not to be that's the question, adalah solilokui Hamlet. Renungan bimbang dan rumit untuk satu pilihan. Apakah lebih baik mati saat ini. Atau meneruskan kehidupan yang muram dan kacau.
Bimbang, harus balas dendam atau bunuh diri saja.

Pertanyaan itu mengambang lama. Tak segera menemukan jawaban dan solusi mantab.

Inspirasi timbul. Akhirnya ditempuh satu langkah. Pangeran Hamlet berpura - pura gila. Untuk mengamati, menilai situasi dalam rangka mengambil langkah dan putusan paling tepat yang mesti dilakukan.

Hamlet adalah drama tragis dan dilematis, bertema gelap dan muram.

Pada babak akhir lakon, Skakespeare menutup dengan suram dan tragis. Berbumbu sarkastis.

Mayat - mayat para pelakon utama, termasuk Hamlet, ibunya, pamannya dan orang penting lainnya berserakan di puri istana Denmark.

Kematian massal dan tak bermakna dari orang - orang polos, orang jahat, orang baik, orang naif, juga orang bijak. Semua mati. Drama berakhir.

Hamlet lakon muram namun memikat dan multi makna. Ditulis sekitar enam ratus tahun lalu dan masih diminati. Sering dikutip dan dipentaskan hingga kini.

        *****

Hari ini, to be or not to be dihadapi skuad bola Spanyol dan Inggris.

Namun tidak seperti Hamlet yang penuh keraguan, to be or not to be bagi Spanyol dan Inggris adalah optimisme untuk meraih mahkota bola Eropa 2024.

Di perhelatan ini, Spanyol membukukan kemenangan sempurna enam kali berturut - turut.
Inggris akan menjadi mangsa ke tujuh atau terakhir yang harus ditumpas.

Bila tim matador berjaya, maka raihannya tak lagi tertandingi negara bola lainnya di benua biru. Menyandang mahkota terbanyak, empat kali. Meninggalkan Jerman yang pernah menang 3 kali.

Bagi lawan - lawannya, Spanyol di piala Eropa 2024 adalah sebuah teka - teki strategi dan improvisasi. Enigma tak terduga yang akan memberikan kejutan buruk bagi rival - rivalnya yang sedikit saja lena.

Inggris adalah musuh terakhir Spanyol yang harus memecahkan rahasia enigma tim matador ini. Tim yang diperkuat oleh barisan senior dan para belia yang berbahaya.

Bagi Inggris, tim bertaburan bintang dan telah menemukan jati dirinya, akankan ini menjadi perkara rumit memusingkan bagi Southgate untuk memenangkan laga?

Untuk menguak rahasia kekuatan musuhnya, perlukan Inggris harus berpura-pura gila seperti pangeran Hamlet. Menerapkan strategi non strategi, taktik non taktik, bertahan yang sejatinya menyerang. Atau berkamuflase menyerang, yang sebetulnya bertahan.

Tentu tidak harus seperti itu. Perkara rumit dan komplek justru biasanya memiliki solusi sederhana.

Publik Inggris diliputi optimisme dengan performa Inggris saat menundukan Belanda.

Permainan Inggris di semi final itu ibarat karyawan pergi liburan. Rilek, percaya diri dan menikmati suasana. Kebalikan dari aksi - aksi sebelumnya,  yang seperti pegawai pulang pergi kantoran. Teratur, kaku, melelahkan tak inspiratif.

Tiga singa telah meluapkan bah dari potensi banjir yang dimilikinya. Merapal dan menumpahkan tenaga dalam yang mengalir di tubuhnya. Memupus harapan laskar Oranje di semi final.

Kecerdasan Inggris sangatlah terkenal. Solusi - solusi tak terduga sering lahir dari bangsa ini dalam menghadapi situasi segawat apapun.

Salah satu buktinya adalah salah satu episode sejarah Perang Dunia kedua. Kala Belanda, Belgia, Prancis telah terinvasi takluk dalam kekuasaan Hitler. Tinggal Inggris satu - satunya negara di Eropa Barat penantang kebuasan tentara Nazi.

Dalam mengatur, menginstruksikan dan mengorganisir kapal laut, pesawat udara, tank dan sumber perang lainnya di Eropa, Jerman menggunakan alat komunikasi berkode rumit. Canggih dan logikanya tak bakalan diketahui maksud dan tujuannya oleh musuh yang berhasil menyadapnya.

Kode isyarat perang Jerman itu dinamai sistem enigma. Atau sistem teka - teki.

Adalah Alan Turing, profesor akademikus Inggris ditunjuk menjadi koordinator tim untuk memecahkan kode enigma. Tim yang dinamai anti enigma.

Setelah beberapa waktu berlalu dengan kerja keras, kerja cerdas disertai berbagai rasa frustrasi kegagalan. Akhirnya, dengan sedikit keberuntungan yang tak disengaja, tim Alan Turing berhasil. Kode rahasia enigma terkuak, terpecahkan.

Dari hasil menguping, menyadap dan menerjemahkan kode enigma, pihak sekutu memperoleh informasi sangat menguntungkan. Informasi intelijen yang sukses membawa sekutu menumbangkan Hitler. Dan memenangkan perang terbesar di dunia itu.

Lain enigma Jerman, lain pula enigma bola tim Spanyol.

Dengan membaca teka - teki Spanyol, apakah kali ini, di final Euro 2024 kutukan Harry Kane yang sering terjadi pada laga penting Inggris dapat dihalau?

Siapapun yang menang di final akan memecahkan rekor baru. Apakah gelar keempat bagi Spanyol. Atau mahkota Eropa perdana bagi timnas Inggris.

Dengan kostum kebesaran masing - masing, merah untuk Spanyol dan putih untuk Inggris, saya menduga kedua tim akan bermain cepat dan agresif sejak dari menit awal.

Bagi Spanyol dan Inggris tentu juara dua itu tak akan ada artinya. Masing - masing akan mengerahkan segala kekuatannya untuk satu pilihan, yaitu memenangkan duel.

Dengan tekad dan sihir yang dimiliki kedua tim, ini akan menjadi tontonan laga menarik dan ketat.

Saya menduga, Gareth Southgate dkk telah mengurai dan merumuskan solusi terhadap enigma Spanyol. Akan menghadirkan jurus pemunah, berusaha keras menahan laju mesin sang matador.

Kini, upaya Inggris untuk membebaskan diri dari kutukan 58 tahun itu tinggal beberapa jam lagi.

Akankah Inggris mampu memberi kejutan tak terduga, dan menang di laga final Berlin ini? Siapa tahu.

Inilah saatnya To be or not to be.

Selesai

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun