Mohon tunggu...
KOMENTAR
Trip Pilihan

Amerika Latin, Catatan Perjalanan 9

31 Maret 2020   12:08 Diperbarui: 18 April 2020   21:50 49 0
Bagaimana rasanya kembali menjadi anak kecil, walaupun kenyataannya telah berusia lebih dari setengah abad.

Para penonton karnaval malam ini dari remaja, dewasa, setengah tua, sudah tua, sangat tua semua bergembira. Larut dalam suasana. Tidak peduli gerimis dan hujan yang tak henti henti mengguyur arena. Para penonton karnaval memadati kiri kanan jalan Samba Dome tempat berlangsungnya karnaval. Kostum warna warni para suporter semarak bernuansa. Hijau, Kuning, Biru, Putih mendominasi. Itulah warna warna kebanggaan Brazil.

Menari menyanyi berperilaku seperti anak kecil. He he he juga termasuk awak.

Perilaku anak kecil yang gembira, ingin tahu, tanpa beban juga tak ada prasangka. Musik, nyanyian, tarian, kostum, warna ditengah sorotan lampu ribuan watt merubah malam basah dingin menjadi hangat penuh semangat. Anak anak kecil bertubuh dewasa itu gembira ikut bernyanyi dan bergoyang. Antusias ingin tahu barisan peserta berikutnya. Terlupakan sudah beban masa lalu atau masalah masa depan. Tak ada prasangka buruk apapun. Tak ada masa lalu yang suram, tak ada krisis dan wabah di masa datang. Hanya kegembiraan dan bahasa universal yang bicara. Musik, nyanyian, tarian, goyangan penuh semangat. Trance massal.

Malam itu bumi seolah berhenti berputar, tidak bergerak. Yang bergerak hanyalah ribuan orang larut dalam kegembiraan.

Tak ada lagi yang peduli dan ingin tahu, bahwa karnaval ini pada jaman Romawi kuno adalah persembahan dan pemujaan kepada dewa anggur. Dewa yang telah mengkaruniai anggur sebagai lambang gairah, kenikmatan dan kesehatan. Atau juga tak ada yang pingin tahu kalau karnaval ini sebagai perayaan menyambut musim semi. Setelah semua orang harus berjuang, survival ditengah derita dan menggigitnya musim dingin. Melupakan musim suram yang berlalu dan suka cita menyambut  musim semi penuh  bunga. Masa menabur dan memanen yang disambut dengan rasa syukur dan arak arakan kirab karnaval nan seronok.

Atau juga mungkin banyak yang tidak begitu mengerti, kalau karnaval berakar kata dari carnae daging dan vale pantang. Karnaval pada mulanya berarti tidak makan daging. Berpantang daging dalam menyambut puasa pra Paskah.

Kini karnaval berarti kegembiraan, kompetisi, katarsis untuk melupakan segalanya. Lupakan segalanya, kecuali bersuka cita. Hujanpun bukan apa apa, tak kuasa menghentikannya.

Karnaval adalah ajang kompetisi tahunan sekolah sekolah dan grup grup Samba di Brazil. Terutama yang berada di kota Rio de Janeiro.

Diikuti puluhan grup Samba. Malam itu 29 Februari adalah babak final penentuan para kampiun. Karnaval para calon pemenang. Champion Carnaval.

Arena karnaval jalan Sambadrome sepanjang 600 meter dan lebar 15 meter malam itu laksana siang hari. Terang benderang bermandi cahaya tersorot lampu lampu ribuan watt.

Dengan kemegahan keunikan dan kreativitas barisan, bergantian masing masing penampil menggelar arak arakan kirab memukau. Masing masing grup tampil mempesona dengan penampil ratusan artis cantik, tampan unik dan aneh.

Tidak diperoleh informasi bagaimana pagelaran kompetisi karnaval itu diatur. Barangkali para peserta akan memilih salah satu musik dan lagu yang ditawarkan pantia untuk iringan karnaval.

Dengan lagu iringan yang dipilih, para peserta merancang tema tampilan. Koreografi, tarian, kostum, blocking dan juga ikon penampilan.

Malam ini dari setiap lagu iringan lagu Samba yang rancak dinamis meriah, bergantian peserta tampil. Dengan tema tampilan kirab berbeda beda. Antara lain tema Yunani, Mesir kuno, Sirkus, Penyaliban Yesus, Olah raga, Modern funky, Lady Amazon dsb. Serba meriah, indah dan mempesona.

Saat nonton videonya di Youtube, karnaval ini begitu memukau. Namun begitu benar benar hadir secara nyata di arena memberikan sensasi yang sangat berbeda. Ibarat nonton TV bola Liga Inggris, La Liga atau Seri A berbanding nonton langsung di Stamford Bridge, Santiago Barnabeu atau San Siro. Ikut terlibat emosional mengoyak rasa seperti nonton langsung konser Iwan Fals atau Kahitna.

Karnaval yang dimulai jam 10 malam itu akan berakhir pada pukul 4 pagi. Saat lewat tengah malam kami selesai nonton menunggu bus untuk kembali ke hotel, bus bus pengangkut para penonton baru masih berdatangan. Suasanana Sambo Drome malam itu kayak pasar malam tanpa transaksi jual beli. Hanya kerumunan antrian keluar masuk arena dibawah guyuran hujan.

Malam ini Sambo Drome adalah untaian warna, cahaya dan keindahan yang bersusun susun. Serta berlenggak lenggok magis, seronok.

Tak ada beban masa lalu, tak ada kerisauan masa depan. Yang ada hanya malam ini warna, musik, tarian dan cahaya. Hanya suka cita dan kegembiraan semata. Walaupun ternyata wabah hitam menghadang di depan.

    bersambung

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun