Jarang sekali gaya permainan sebuah tim sepakbola di dunia memiliki identitas seperti Belanda yg akhirnya diikuti gaya permainannya oleh tim² lain. Sebagai contoh, sebut saja Inggris yg mengusung Kick n Rush lalu Italia dengan Catennacio dan untuk level klub Barcelona menganut Tika-Taka. Walaupun Liga Belanda (Eredivisie) tidak memiliki popularitas sehebat Premier League-Inggris ataupun La Liga-Spanyol, namun jangan anggap remeh kualitas pemain nasionalnya. Mungkin inilah adilnya dunia, dimana Belanda tidak dianugerahi liga yg kompetitif namun dibalik itu diberkahi para pemain yg berkualitas sehingga banyak sekali pemain² Belanda yg merumput di liga² bergengsi Eropa yg menjadi tulang punggung klubnya masing².
Namun pada kiprah Euro 2012 yg dilangsungkan di dua negara yaitu Polandia-Ukraina, Belanda yg pernah mencicipi juara Euro 1988 ini menuai hasil buruk di grup neraka bersama Jerman, Portugal dan Denmark. Hal ini membuyarkan prediksi mayoritas orang terhadap pencapaian Belanda kali ini.
Sebuah ironi, predikat sebagai finalis Piala Dunia 2010 ini harus puas untuk terhenti di fase grup. Sebuah pencapaian yg kontradiktif dalam selang waktu hanya dua tahun.
Sebuah ironi, dengan didukung oleh pemain² berkualitas yg merata di setiap lininya, Belanda hanya mampu mencetak dua gol saja! Terlebih selama tiga kali bertanding Belanda memiliki ball posession yg tinggi dibandingkan dengan lawan²nya.
Sebuah ironi, disaat dua penyerangnya menjadi top skor di liganya masing² yaitu Robin van Persie (Arsenal-Inggris) dan Klaas Jan Huntellar (Schalke 04-Jerman), pelatih hanya memainkan satu striker sebagai algojo dan lebih memilih memasang dua gelandang bertahan.
Sebuah ironi, Belanda mengakhiri klasemen grup pada posisi buncit dengan membawa pulang telur alias tidak memperoleh satu poin pun dan akan menjadi satu²nya tim yg berpredikat seperti itu apabila Swedia meraih hasil seri atau menang melawan Perancis (20/6) begitupun dengan Republik Irlandia kala melawan Italia (19/6).
Dengan berbagai ironi yg dialami Belanda, salah satunya tidak lepas dari pengaruh Bert van Marwijk yg merubah dari gaya menyerang ke pragmatis dimana lebih mementingkan hasil akhir yg positif dengan mengabaikan permainan yg cantik. Memang bukanlah suatu dosa besar ketika pelatih merubah gaya permainan ataupun formasi tim bila diiringi dengan prestasi atau melebihi ekspektasi. Namun apabila perubahan tersebut tidak diiringi dengan hasil yg memuaskan, rasa²nya pantas bila sang pelatih melakukan dosa besar.
Tidak bisa dipungkiri, sepakbola selalu menyajikan sebuah kejutan. Tidak pandang bulu, tim manapun pernah menjadi korban dari drama sepakbola. Dengan hasil ini, makin menguatkan saja Belanda sebagai identitas lainnya selain Total Football yaitu 'Juara tanpa Mahkota'.