#Dua Rindu
Oleh: Ika Mulya
Menangis. Ya, manalah sanggup kutahan tangis, ketika rindu begitu kejam merajam jiwa. Biar saja air mata rebas bebas! Biar luruh bersama ketidakberdayaan! Sungguh, tak pernah aku merasa senelangsa ini, hanya sebab rindu. Bahkan sepenggal senja saja, tak juga mampu kuupayakan menjadi titik persuaan, seperti sedia kala. Pandemi sialan!
"Baru saja Bang Zaki video call, dia tak bisa pulang. Rumah sakit masih membutuhkannya, entah sampai kapan. Sedih sekali aku, Dek. Kau temani Kakak di sini, ya. Jangan dulu kembali ke rumah ayah," pinta Kak Hanna yang tiba-tiba masuk. Dia duduk, lalu memelukku dari samping. Terisak-isak. Bahuku basah karena air matanya.
Hei, tak cuma kau yang dirundung rindu, Kak! Lihat juga air mataku ini! Bahkan jatuh lebih deras. Ah sayang sekali, aku hanya bisa merutuk dalam hati. Tidak mungkin berkata bahwa aku juga merindukan suaminya. Ingin sekali berjumpa Bang Zaki, mengulang pertemuan-pertemuan rahasia. Sekadar melarung selaksa desah atas nama cinta.
Tamat