Diketahui, Rara didatangkan oleh PT. Wijaya Karya Gedung (Persero) Tbk dan PT. Nindya Karya (Persero) untuk menghalau hujan di Banda Aceh. Namun, kehadiran Rara dengan ritualnya justru menimbulkan kekecewaan dari berbagai pihak, mengingat Aceh adalah daerah yang sangat kental dengan penerapan syariat Islam. Ritual yang dilakukan Rara dianggap tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Aceh.
Aceh menerapkan syariat Islam secara ketat, dan setiap warganya diwajibkan untuk taat dan patuh terhadap aturan yang berlaku. Oleh karena itu, ritual mengusir hujan yang dilakukan oleh Rara jelas bertentangan dengan syariat Islam dan budaya lokal yang selama ini dipegang teguh oleh masyarakat Aceh. Tidak heran jika aksi ini tidak diterima oleh warga setempat.
Keistimewaan Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam harus dihormati oleh semua pihak. Ini adalah bagian dari toleransi antarbudaya dan agama. Melakukan ritual yang tidak sesuai dengan kebiasaan masyarakat Aceh, terutama yang berkaitan dengan aspek religius, tentu sangat sensitif.
Menariknya, ritual usir hujan yang dilakukan oleh Rara ternyata tidak berhasil. Saat itu, cuaca di Banda Aceh sedang mendung tebal. Rara mulai melakukan serangkaian ritualnya dengan harapan awan hitam hilang dan cuaca cerah kembali. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Bukannya cerah, cuaca malah semakin mendung dan hujan deras pun turun dengan lebatnya.
Menurut saya, kejadian ini menjadi pertanda bahwa ritual Rara tidak mampu mencegah turunnya hujan di Bumi Serambi Mekah. Hujan adalah rahmat dari Allah bagi semua manusia, terutama bagi sebagian warga Aceh yang sedang mengalami kekeringan, seperti di wilayah Lhoknga, Aceh Besar.
Setelah video ritual Rara viral dan menuai banyak reaksi dari netizen, Pj Gubernur Aceh, Safrizal, segera mengambil tindakan. Beliau memanggil pihak PT. WIKA-Nindya untuk meminta penjelasan terkait keputusan mendatangkan Rara ke Aceh. Pertemuan dengan perwakilan PT. WIKA-Nindya dilangsungkan di ruang kerja Gubernur Aceh pada Rabu, 28 Agustus 2024.
Dalam pertemuan tersebut, Safrizal meminta klarifikasi mengenai kedatangan Rara. Pihak perusahaan menjelaskan bahwa kehadiran Rara adalah inisiatif dari pekerja proyek dengan tujuan untuk mencegah hujan turun di area stadion yang sedang dalam proses pengerjaan menjelang pembukaan PON XXI 2024. Namun, mereka mengakui bahwa inisiatif tersebut diambil tanpa mempertimbangkan sensitivitas masyarakat setempat yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
Hasil pertemuan tersebut mengharuskan pihak perusahaan untuk meminta maaf secara terbuka atas kegaduhan yang telah terjadi. Alih-alih berhasil mengusir hujan, justru hujan deras turun disertai angin kencang yang mengguyur Kota Banda Aceh. Akhirnya, Mbak Rara pun dipulangkan.