Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Artikel Utama

Kubu Gokar Ical vs Yasona dan Ical vs KPU

20 Mei 2015   06:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 170 1
Pereseteruan politik dan hukum pasca keputusan PTUN memualai babak baru lagi, kubu ical yang tadinya berrhadapan dengan kubu Agung yang mana telah memenangkan di PTUN, namun sekarang kubu Ical harus berhadapan lagi dengan Yasona yang tidak lain adalah Menkumham nah sekarang musuh Ical bertambah lagi dengan KPU yang tidak lain adalah penyelenggara pemilu yang harusnya tidak berpihak.

Yasona adalah Menkumham yang tidak lain adalah aparat pemerintah yang memberikan stempel kepada siapa saja baik perorangan maupun kelompok yang ingin mendapat pengesahan sesuai UU, namun dengan stempel menkumham sebagai aparat negara ternyata bisa juga menjadi tempat untuk melakukan intervensi keoada siapa saj yang di inginkan karena stempelnya adalah pengesahan.

Keputusan PTUN yang sebenarnya tidak memenangkan kubu Agung dan Ical, apa yang di lakukan PTUN adalah benar karena PTUN hanya mengadili sengketa antar masyarakat atau kelompok yang meminta persetujuan dari negara untuk pengesahannya, namun pengesahan yang di lakukan oleh Menkumham membuat kubu Ical melakukan upaya hukum yang sah, upaya yang di lakukan adalah dengan melakukan perlawanan terhadap Menkumham sebagai aparat negara dan kubu Ical memenangkan pertarungan itu dan Menkumham yang melakukan pengesahan atas kubu Golkar versi Munas Ancol menjadi tidak sah.

Sebagai pemangku pengesahan, Menkumham di anggap mengintervensi prati politik dengan melakukan pengesahan terhadap kubu Agung yang notabene adalah adalah kelompok yang mengatas namakan dirinya partai Golkar yang secara subtansial dan hukum di liat sebagai kongres yang tidak resmi karena pesertanya tidak jelas, tapi manuver agung dengan lihai memanfaatkan meomnetum antar KIH dan KMO sehingga mendapat simpati, jadilah Agung yang sah secara hukum di depan menkumham.

Ketika Menkumham tidak bisa keluar dari tekanan politik kelompok KIH, maka Menkumham melakukan upaya yang tidak lazim dengan acuan keputusan yang di lakukan oleh Mahkama partai Golkar yang di pelintir secara subyektif oleh Menkumham padahal sejatinya tidak ada keputusan yang di hasilkan oleh Mahkamah partai Golkar. kalau Menkumham sadar sebagai pemerintah, maka Menkumham tidak perlu banding karena akan jelas bahwa Yasona berpihak artinya pemerintah berpihak kepada sesuatu yang tidak benar menurut aturan yang ada.

Akhirnya kubu Ical harus berhadapan dengan pemerintah, bukan lagi kubu Agung padahal UU parpaol tidak lagi memunculkan konflik antar pemerintah namun sejatinya oemerintah sebagai wasit saja dalam perhelatan demokrasi. Tagret KIH adalah Gokar tidak bisa ikut pilkada sehingga Golkar dan PPP kehilangan infrastruktur partai di daerah, ini jug adalah target KIH untuk bisa melakukan upaya dengan mendorng konlfik yang ada karena Gokar Ical bisa jadi merebut kekuasaan di % tahun selanjuntnya sehingga Gokar harus di matikan dari sekarang.

KPU juga menjadi lawan lagi bagi kubu Ical, karena KPU yang sejatinya adalah independent juga ikut dalam konflik dengan berpihak kepada Menkumham yang secara otomatis akan menimbulkan maslah di kemudian hari terhadap legitimasi kepala daerah yang terpilih jika kubu Agung yang secara jelas tidak bisa ikut Pilkada karena PTUN telah membatalkan SK Menkumham. Sejatinya jika KPU mau independent, tidak menerima pendaftaran pilkada jika kedua kubu belum menjadi 1 sehingga KPU berada di kelompok yang benar-benar independet.

Kenapa pemerintah ngotot untuk banding, apa target pemerintah dengan Menkumham banding padahal jika terjadi keributan, hura-hura politik yang terjadi di kubu yang bertikai pasti pemerintah juga yang mendapat getahnya dari maslah tersebut, di mana Presiden, di mana wapres yang selalu mendamaikan konflik jika terjadi masalah, ributnya Golkar dan PP akan berdampak luas kepada perkembangan ekonomi karena para investor akan takut jika terjadi hura-hara dan pasti akan terjadi jika 2 kubu yang bersetru sama-sama berhak atas apartai yang di kendarainya. kembali keoada Yasona, hentikan hura-hura politik akibat keputusan yang tidak mencerminkan demokratisnya pemerintah padahal pilkada serentak yang akan di laksankan pada desember 2015 akanmenjadi momentum awal dari perjalanan demokrasi bangsa.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun