Hari ini, kita berdiri di titik sejarah yang monumental, 112 tahun sejak Muhammadiyah didirikan. Sebuah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan dedikasi, perjuangan, dan pengorbanan untuk menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Milad Muhammadiyah tahun ini terasa istimewa dengan dilaksanakannya Tanwir ,dan puncak peringatan di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Â
Mengusung tema "Semarak Dakwah Mencerahkan Peradaban,"Â Muhammadiyah menunjukkan bahwa semangat dakwahnya tetap menyala. Dengan penuh haru, kita menyaksikan bagaimana persyarikatan ini terus berupaya menjawab tantangan zaman, membawa perubahan, dan menjaga Islam tetap relevan di tengah arus modernitas. Â
Namun, di balik semua kebahagiaan ini, ada ruang refleksi yang harus kita buka lebar-lebar. Milad bukan hanya selebrasi, tetapi sebuah pengingat akan tanggung jawab besar kita sebagai kader Muhammadiyah. Â
 Muhammadiyah: Gerakan Dakwah yang Lahir dari Keprihatinan
Sejarah Muhammadiyah dimulai pada 18 November 1912 di Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan. Saat itu, kondisi masyarakat Indonesia masih sangat memprihatinkan banyak yang terjebak dalam kebodohan, kemiskinan, dan praktik agama yang menjauh dari ajaran murni Islam. Dengan visi pembaruan, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Â
Prinsip Al-Ma'un menjadi landasan utama perjuangan Muhammadiyah. Ayat ini mengajarkan pentingnya peduli terhadap fakir miskin, anak yatim, dan mereka yang membutuhkan. Tidak hanya melalui retorika, Muhammadiyah membuktikan komitmennya dengan mendirikan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan berbagai amal usaha yang kini tersebar di seluruh Indonesia. Â
Namun, perjuangan Muhammadiyah bukan hanya soal infrastruktur. Sejak awal, gerakan ini adalah dakwah yang bertujuan menghidupkan kembali semangat Islam sebagai panduan hidup. Semangat ini yang kini harus terus kita jaga dan wariskan, terutama di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks. Â