Memilah-milah antara hal-hal yang nyata dan ilusi seringkali tidak sesederhana contoh di atas. Suatu hal yang nyata bagi seseorang mungkin saja merupakan suatu ilusi bagi orang lain dan sebaliknya. Contohnya, ada orang yang menganggap bahwa ia akan semakin bahagia jika ia semakin kaya, ia akan semakin dihormati jika jabatannya semakin tinggi, ia akan dipuja jika ia semakin berkuasa. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang menganggap hal-hal tersebut adalah ilusi. Mereka beranggapan bahwa untuk bahagia orang tidak harus kaya dan untuk dihormati didapat dengan menjaga integrasi.
Lalu, mengapa orang-orang berbeda dalam menilai mana kenyataan dan mana ilusi? Tentu saja karena setiap orang memiliki paradigma (world-view) yaitu seperangkat nilai yang menentukan cara kita memandang dunia ini. Kita bisa merasakan bagaimana nilai-nilai kita dibentuk oleh berbagai interaksi antara potensi-potensi yang kita miliki seperti akal, emosi, dan hasrat dengan dunia. Sehingga, disadari atau tidak, penilaian kita mengenai kenyataan atau ilusi seringkali dipengaruhi oleh pandangan umum masyarakat kita. Kemudian kita lupa menguji kenyataan yang 'ditawarkan' kepada kita.
Karena memilah antara kenyataan dan ilusi adalah hal yang penting dalam hidup ini, (saya yakin bahwa setiap) agama menyinggung hal ini dalam Kitab Suci. Di dalam al-Quran, ada satu ayat yang mengutip pernyataan Iblis tentang ilusi dan menarik direnungkan.
Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu”. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. Ibrahim [14]: 22)