Tulisan ini bagian ke-2 dari tulisan bagian ke-1 (Mind Map Apa? (Bagian 1))
Dalam karyanya, The Ultimate Book Of Mind Maps, di mana saya melalui terjemahannya yang sudah diterbitkan di sini disuguhkan dengan paparan tentang pentingnya Mind Map, Toni Buzan sempat menyinggung bebepa jenius dunia dalam berbagai bidang keahlian dan keilmuan yang memanfaatkan metode Mind Map dalam banyak proses berpikir mereka. Di antara mereka, Leonardo Da Vinci, Galileo Galilei, Richard Feynman, Albert Enstein, meski untuk saat ini saya tidak akan memindah semua informasi tentang bagaimana cara mereka memakai Mind Map dari buku itu. Sekedar diinformasikan bahwa mereka begitu, saya pikir sudah cukup untuk setidaknya mengatakan bahwa Mind Map bukan metode kemaren sore untuk dicurigai sebagai gaya nalar yang belum teruji kehandalannya. Para jenius terbukti mereka menerapakan gaya itu pada setiap bidang keahlian mereka.
Supaya potensi sistem Mind Map ini dapat diwujudkan, Toni menetapkan tujuh langkah yang harus dipenuhi.
Pertama, menempatkan isu atau tema utama dengan menuliskannya di bagian tengah lembar kertas. Dalam keyakinan Toni, mendudukkan tema di tengah lembar akan memicu kreativitas otak kita untuk memikirkan tema tersebut ke segala arah: ke bawah, ke atas, ke kanan, ke kiri, dan ke sudut-sudut lainnya.
Kedua, manfaatkan kedahsyatan gambar sebagai ikon tema utama!Gambar menyimpan makna yang sangat banyak dan mudah digali kalau diberikan perhatian ke dalamnya. Meski bisu, tapi gambar mampu merangsang gairah akal untuk berspekulasi tentang banyak hal terkait gambar itu. Justru kebisuan inilah yang sementara ini sering membuat akal menebak-nebak penasaran tentang maksud sebenarnya seperti sebuah teka teki. Hal mana proses duga-menduga ini yang menumbuhsuburkan variasi spekulasi dari akal kita sehingga kita dapat mengumpulkan beragam alternatif sudut pandang terhadap gambar tersebut. Ini berbeda dengan pernyataan dalam bentuk kalimat yang sangat jelas. Kalimat sangat definitif dan tegas sehingga tidak banyak memberikan kekeluasaan, seperti halnya gambar,kepada akal untuk mengeruk berbagai macam kemungkinan.
Ketiga, langkah ini merupakan langkah paling krusial dan inti. Setelah ditunjang dengan penempatan isu utama sebagai pusat pikiran serta daya rangsang sebuah gambar dan rupa-rupa warna, akal semestinya mulai bereaksi dengan memikirkan beragam kemungkinan tentang tema utama. Selesai menemukan ide-ide dasar tentang tema utama, sekarang akal memikirkan kembali beragam kemungkinan lagi, tapi tidak tentang tema utama secara langsung, melainkan tentang masing-masing dari ide-ide dasar tersebut. Jadilah ide-ide dasar itu menumbuhkan cabang-cabang baru sebagai ranting. Nalar pun tidak puas sampai ranting, dia didorong terus oleh kreativitas yang sudah mulai sedikit demi sedikit bereaksi akibat stimulasi dari cara berpikir ala Mind Map untuk kembali memikirkan cabang-cabang baru yang lebih kecil lagi untuk ranting-ranting itu. Barangkali ini kelebihan gaya Mind Map, semakin mencabang semakin menarik dan mudah untuk dicabangkan, tentu dengan cara yang memberikan keuntungan baru tanpa diperlukan upaya sistemasi secara berlebih: menurutkan tema dan masalah-masalahnya secara sistematis.
Keempat, buatlah garis lengkung! Sebagai simbol dari ide-ide dasar dan cabang-cabangnya, garis lengkung lebih menarik minat akal daripada garis lurus, setidaknya itu yang diyakini Toni. Jadi, buatkan garis-garis lengkung dari cabang utama sampai anak-anak cabang.
Kelima, gunakan warna. TV berwarna jauh lebih menarik perhatian kita dibanding yang hitam-putih. Ketertarikan ini harus dimafaatkan sebagai salah satu penunjang kreativitas berpikir. Dengan ketertarikan terhadap ragam warna, perpaduan koleksi warna akan merangsang akal untuk lebih nyaman berkreasi. Karena itu gunakan banyak warna dalam membuat Mind Map.
Keenam, gunakan satu kata kunci. Sama halnya dengan gambar, satu kata kunci, dibanding satu kalimat sempurna apalagi susunan dari banyak kalimat, akan memberikan manfaat ganda:
a.a. Mudah diingat.
b.b. Satu kata kunci, meski sebelumnya maksud dari kata kunci itu secara definitif sudah dipahami secara sempurna, tapi dalam kondisi lupa, misalnya, tentang uraian lengkap maksudnya justru akan melahirkan spekulasi-spekulasi baru. Dalam hal ini, saya pikir fungsi kelupaan mirip dengann fungsi kekaburan (kesamaran) yang sering memicu kreativitas akal. Dan mungkin karena itu, apa barangkali lupa itu pun dapat dikatakan berkah juga.
Ketujuh, gunakan jasa gambar lagi untuk memperkuat citra satu kata pada setiap cabang dan anak cabang. Karena bagaimanapun juga, akal akan lebih terbantu dengan mengingat dan menalar gambar dibanding kata-kata.