Menjelang puasa dan lebaran bagi seluruh umat muslim di dunia merupakan saat-saat yang sangat penuh nilai dan kebahagian. Setidaknya segala kesulitan menjalani kehidupan ini untuk sementara waktu diliburkan saja sehingga kali ini tidak bebas membebani setiap orang. Setiap orang sibuk menyiapkan sambutan untuk bulan Ramadhan dan hari raya Fitri. Semua orang bahagia. Tapi, tentunya jangan sampai perayaan kebahagian semacam ini ternoda dengan ulah para, menurut istilah saya, oknum-oknum tak bertanggungjawab dalam tubuh umat muslim itu sendiri. Jangan sampai persoalan tentang menentukan hari di mana kebahagian itu jatuh menjadi persoalan besar dan dibesar-besarkan. Karena lain cara, metode dan kepercayaan, sebagai konsekuensi hari kebahagiaan itupun boleh ikut berlainan, meski kesepakatanpun bisa dicapai manakala metode yang berbeda itu kebetulan merujuk kepada hari yang sama. Yang satu lebih awal, yang lain lebih akhir, meski substansi dari hari itu sama artinya bagi mereka: merayakan hari kebahagian dan kemenangan. Selama perbedaan itu tidak keluar dari mainstream fikih Islam tidak ada masalah apapun. Sebenarnya kalau semua bisa hidup berdampingan, meski berbeda dalam menentukan hari kemenangan, persoalan ini tidak berpotensi konflik sama sekali, dan dengan begitu semua tetap bisa merayakan hari kebahagiaan itu menurut kesimpulannya masing-masing. Karena itu, segala bentuk kecurigaan, persaingan dan perseteruan dalam menyikapi perbedaan itu harus disingkirkan.