Dengan tutupnya TikTok Shop, jejaring sosial asal Tiongkok itu tidak akan lagi bisa memfasilitasi transaksi e-commerce di dalam aplikasi, mulai pukul 17.00 WIB. Penutupan ini didorong oleh peraturan baru dari pemerintah Indonesia. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menuturkan bahwa platform social commerce hanya boleh mempromosikan barang atau jasa, tetapi dilarang membuka fasilitas transaksi alias jual beli bagi pengguna. "Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung, tidak boleh lagi, dia hanya boleh promosi," kata Zulkifli Hasan dikutip dari Antara, Senin (25/9/2023). Zulkifli menganalogikan bahwa platform social commerce seperti televisi, yakni dapat digunakan untuk mempromosikan barang atau jasa, tapi tidak bisa digunakan untuk bertransaksi. "(Social commerce) tak bisa jualan, tak bisa terima uang, jadi dia semacam platform digital, tugasnya mempromosikan," tambahnya.
Belakangan, Kementerian Perdagangan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 dengan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Penutupan TikTok Shop menimbulkan tantangan bagi influencer, merek, dan konsumen yang selama ini mengandalkan platform tersebut untuk transaksi e-commerce. Kebijakan baru ini menunjukkan pentingnya memahami dan mematuhi regulasi lokal dalam menjalankan bisnis digital. Bagi influencer dan merek, diversifikasi strategi pemasaran dan penjualan menjadi kunci untuk mengurangi risiko yang muncul dari perubahan regulasi. Sementara itu, konsumen masih memiliki berbagai opsi untuk berbelanja secara langsung melalui platform lain yang tetap memfasilitasi transaksi e-commerce. Dengan pendekatan yang bijaksana, semua pihak dapat terus memanfaatkan potensi live shopping dalam berbelanja online.