Bus yang ku tumpangi baru saja memasuki kota Jogja. Meninggalkan kepulan asap hitam di setiap lintasan yang dilaluinya. Suara menderu yang keluar dari knalpot mengisyaratkan bus itu benar-benar kelelahan setelah menempuh jarak yang cukup jauh. Rute Lampung-Yogyakarta sepertinya terlampau jauh untuk bus yang sudah tampak uzur itu. Lihat saja wajah bus itu. Ia tampak tua dan begitu lelah. Debu hitam yang menyapu tubuhnya menambah kusam wajah bus itu
Sementara penumpang yang ada di dalamnya, mereka tak kalah lelah. Sebagian tertidur pulas karena lelah begitu menikam tubuh mereka. Sebagian lagi masih sempat menggunakan sisa-sisa cahaya di mata mereka menikmati pertunjukan syur pada layar video di depan sana. Video player sedang memutar lagu dangdut kawakan, bukan untuk didengar melainkan cukup dilihat dengan mata dipaksa untuk tidak berkedip meskipun kantuk sudah menggelayutinya. Dan aku sendiri… Ah, kakiku sudah kesemutan menunggu bus ini untuk segera sampai ke terminal Giwangan. Aroma keringat, bau sisa-sisa makanan dan bekas muntahan penumpang di sampingku membuatku berpikir untuk segera melompat dari bus ini dan menghirup udara segar sepuasnya.
Aku terjaga dari angan-anganku saat bus itu tiba-tiba terhenti. Beberapa orang berseragam masuk ke dalam bus. Berbicara kepada sopir bis dan berdiri menghadap penumpang sambil menyampaikan beberapa kata. Samar-samar aku mendengarnya karna suara petugas itu memang terdengar sangat lirih, dan aku lebih meniliainya lucu, sama sekali tidak sesuai dengan postur tubuhnya yang kekar dan tegap.
“Ada razia, Mas!” bisik penumpang yang ada di samping kananku.
Petugas itu menghampiri penumpang satu persatu. Hingga ia sampai di hadapanku.
“Bisa melihat KTP-nya, Mas?”
Sejenak ku keluarkan dompet dari kantong celana jeans-ku. Sekedar basa-basi untuk memenuhi permintaannya. Meskipun dari susunan katanya petugas itu hanya melontarkan pertanyaan dan bukan memintaku mengeluarkan KTP.
“Maaf, Pak. Saya tidak punya KTP.”
“KTP-nya hilang, Mas?” petugas itu kembali bertanya.
“Memang saya tidak punya, Pak!”
“Tapi Anda tahukan, sebagai warga negara Indonesia Anda harus memiliki kartu indentitas sebagai tanda pengenal?”
Pertanyaan itu membuatku terdiam. Sejenak aku lupa pada rasa lelah yang sebelumnya terasa membelenggu tubuhku. Pertanyaan itu membawaku pada pengalamanku beberapa tahun lalu, saat pertama kali aku pernah memiliki niat untuk memiliki KTP.