Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Tidak Ada Ladang Gandum, Setiap Hari Makan Gandum

20 Juli 2022   06:09 Diperbarui: 20 Juli 2022   07:46 331 9
Saya sendiri heran kenapa lidah begitu sulit untuk melupakan rasa tepung gandum. Apakah itu dikarenakan sejak kecil sudah terbiasa atau "dibiasakan" untuk makan terigu?

Bukan makan roti gandum atau hamburger tetapi hampir setiap hari saya makan "gorengan". Begitu renyah di lidah sehingga sulit rasanya melupakan makanan yang satu ini. Mungkin karena harganya murah dan mudah didapat sehingga pilihan akan selalu mengacu pada bahan makanan itu.

Gandum menjadi bahan pangan impor yang telah menjadi bagian dari budaya kami. Hal yang bisa diterima jika nasi sudah menjadi bagian dari keseharian. Padi ditanam di sekitar rumah.

Namun, sulit diterima akal ketika bahan pangan yang didatangkan jauh dari negeri orang malah menjadi bagian dari budaya yang sulit ditanggalkan. Lebih baik antri untuk membeli minyak goreng daripada harus berhenti makan gorengan.

Selain gorengan, mie instan juga sudah menjadi bagian dari budaya makan. Tidak ada persediaan mie instan rasanya tidak nyaman perasaan. Apalagi kalau malam hujan deras, setidaknya ada mie instan yang bisa menghangatkan badan.

Entah kenapa kita begitu tergantung pada mie instan. Ada bencana pun sumbangan mie instan bisa menumpuk. Apalagi dalam keadaan bahagia dan lupa jika makan berlebihan bisa mengganggu kesehatan.

***

Jika Presiden berupaya mengamankan pasokan gandum, bisa dimengerti. Rakyat negerinya tidak akan sanggup menjauh dari terigu.

Presiden tahu jika kemarahan rakyat bukan berpangkal pada nilai tukar dollar. Kemarahan terbesar rakyat masih bergantung pada masalah makanan.

Kami tidak terlalu peduli apakah makanan itu impor atau produk dalam negeri. Hal yang terpenting adalah memperolehnya dengan mudah. Ketika datang ke warung dekat rumah, bisa dibeli dengan harga murah.

Jadi, tidak usah marah-marah di media sosial. Lalu, menganggap Pemerintah tidak sanggup mengelola negara. Karena, indikasi kemampuan pemimpin bangsa bukan pada kemampuan untuk berswasembada. Bagi kami, swasembada hanya boleh disampaikan di forum antar bangsa. Atau, setidaknya bicara di depan mahasiswa.

Buat kami, pangan itu tersedia.

Tidak terlalu peduli apakah ada monopoli. Tidak mau juga menuduh sebagai kelakuan mafia jika itu langka.

Dan, kalau sudah langka tidak usah berkelit jika itu akibat perang Russia versus Ukraina. Tidak mau tahu, mereka yang baku tembak, asalkan kita tetap makan enak.

(Diolah dari berbagai sumber)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun