robertson menjelaskan mengapa bencana gempa yang menewaskan ratusan ribu jiwa di haiti disebutnya sebagai kutukan. karena pada saat wilayah itu berada di bawah koloni perancis, para pemimpin perlawanan dan penduduk haiti melakukan baiat sumpah dengan iblis (swore a pact to the devil) agar bisa keluar dari jajahan perancis. kata penduduk haiti - masih menurut roberson, "kami akan menyembahmu atau melayanimu jika engkau dapat membebaskan kami dari perancis". kata iblis, ayo, sapa takut !. (ini mungkin bisa menjelaskan mengapa kelakuan mistik atau vodoo di haiti sedemikian luas dipraktekkan).
sejak baiat itu, pulau haiti seolah-olah memang mengalami kutukan. sebagai referensi, kepulauan haiti merupakan kepulauan yang biasa disebut the island of hispaniola (karena kebanyakan dihuni oleh penduduk berbahasa hispanik). menariknya, kepulauan hispaniola itu seolah-olah terbagi di tengahnya. satu pulau bernama haiti dan satu pulau lagi populer dengan nama republik dominica.
keduanya memberi gambaran yang sangat kontras. di satu sisi, haiti terlihat sangat miskin. dililit nestapa. dikerumuni kejahatan dan pengangguran. dominika justeru sebaliknya, makmur, kaya, lokasi banyak resort-resort indah.
tetapi saya tidak ingin masuk lebih jauh dengan ilustrasi kontras kedua pulau itu. apa yang terbersit dalam pikiran saya, mungkinkah tuhan memberikan kutukan kepada manusia ciptaan-Nya. dalam banyak literatur agama, baik islam, kristiani, hindu, budha dll, masalah kutukan itu jarang diselami oleh penganutnya. sehingga orang mudah dan seringkali mengaitkan musibah yang dialami manusia dengan mitos kutukan tuhan. dikutuk loe !.
masalahnya, tuhan juga dalam berbagai referensi kebesaran-Nya, memiliki murka. dalam islam sering rujukan itu disebut jika hamba-Nya menduakan atau berlaku syirik (musyrik). nah, saya ingin mengajak kompasianer untuk meletakkan di mana dan bagaimana sesungguhnya literasi kemurkaan tuhan. wacana ini menarik kita bicarakan karena dalam banyak peristiwa, indonesia juga termasuk negeri yang sering ditimpa musibah. sehingga muncul pertanyaan, mungkinkan asumsi pendeta robertson itu dalam konteks tempat yang berbeda, bisa dibenarkan. serupakah kemurkaan itu dengan kutukan? sedemikian terbatasnya kah pilihan kekuasaan tuhan, sehingga kutukan menjadi sesuatu yang lumrah bagi-Nya?. pemimpin nu hasyim muzadi pernah mengkonstatasi itu dalam sebuah pengajian. bahwa jika indonesia terus menerus mengalami bencana, cobalah kita melihat sisi lain yang tersirat dari musibah itu (belum tentu kutukan, tetapi bahwa tuhan murka terhadap kelakuan dari sebagian besar pemimpin dan masyarakat kita.
jika indonesia tepat diasumsikan sebagai negara yang menerima kutukan, asumsi itu jelas menimbulkan implikasi sangat serius. kok bisa ?. bukankah penduduk indonesia sebagian besar orang yang beragama dan mempercayai tuhan? mayoritas penduduk kita adalah penganut agama-agama samawi yang taat dan patuh pada ajaran tuhan.
jadi bagaimana semua peristiwa itu bisa terjadi. saya coba kutipkan satu titah gusti Allah SWT dalam al-quran (akan sangat menarik jika kawan-kawan kompasianer membagi pengetahuan kutipan mengenai hal serupa di kitab-kitab suci masing-masing). dalam salah satu surah-Nya, tuhan berfirman; ya ayyuhallazina aamanu, lima taakuluna mala taf'alun?. kabura maqtan indal laahi an takuluuna mala taf'alun (terjemahan bebasnya; hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian senang menyampaikan hal-hal yang kalian sendiri tidak lakukan?. sungguh besar murka Allah terhadap orang-orang yang senang menyampaikan hal-hal yang justeru tidak dilakukannya).
kira-kira, apakah karakter masyarakat atau para pemimpin kita memiliki nuansa dan kecenderungan yang sama dengan peringatan tuhan di atas? dan kalau iya, bentuk kemurkaan bagaimana yang kita terima? sebab ketika kemurkaan itu diturunkan, musibah dan cobaan itu tidak memilih mereka yang baik atau jahat, mereka yang saleh atau bangsat, dan mereka yang pendosa atau pengkhutbah. kita semua berada dalam pusaran krisis akibat kemurkaan tuhan karena perbuatan kita sendiri.
jadi bagaimana dong?