Seiring dengan itu, alat sosialisasi berupa baliho, spanduk, sampai stiker bertebaran dimana-mana. Alat itu berisi wajah orang berpenampilan necis. Disana tertulis slogan yang kira-kira akan dikerjakan sosok tersebut.
Dimata warga atau para pemilih, foto dengan slogan hebat itu belum tentu  berpengaruh. Mereka merasa baliho itu tidak lebih papan iklan sebuah produk. Seganteng apapun sosok di baliho itu, jarang sekali kegantengannya yang dibahas para pemilih.
Lalu apa yang dibicarakan? Ada sebaris kalimat penting yang sering terdengar. Kata mereka, "siapapun jadi kepala daerah, tidak ada untungnya bagi kita. Petani tetap jadi petani, pedagang tetap berdagang, kerja serabutan ya begitu-begitu atau apalah."
Benar sekali apa yang mereka katakan. Selama tidak alih profesi, mereka tetap pada profesi awal. Padahal, petani, pedagang, atau pekerja serabutan punya hak dan berpeluang alih profesi.
Misalnya, seorang petani ingin menjadi anggota DPRD, boleh, tidak ada larangan. Syaratnya harus mengikuti kontestasi Pemilu legislatif yang diusung oleh partai peserta pemilu.
Pedagang atau pekerja serabutan punya hak menduduki posisi sebagai kepala dinas, atau pejabat eselon dua lainnya.
Dengan syarat, yang bersangkutan harus lulus tes CPNS. Kemudian meniti karir sebagai PNS hingga mencapai pangkat/golongan IV/b.
Lantas apa untungnya apabila si Polan terpilih sebagai kepala daerah. Berbicara untung, kita sering menganalogikan dengan dagang. Beli sesisir pisang seharga Rp 5 ribu, olah jadi pisang goreng, terjual Rp 10 ribu. Artinya, Â kita untung Rp 5 ribu.
Untung memilih si Polan menjadi kepala daerah bukan seperti analogi berdagang tadi. Begini logikanya, dalam pasal 5 PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa kepala daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.
Kepala Daerah yang memegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah.
Dalam tugas ini, mereka dapat melakukan beberapa hal, termasuk:
1. Menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD: Ini mencakup perencanaan anggaran, perubahan anggaran, dan pertanggungjawaban. Seandainya, Â dalam APBD yang disusun kepala daerah luput memasukkan kegiatan perbaikan jalan ke kampung pembaca yang budiman, apakah menguntungkan anda atau tidak?
2. Menetapkan Kebijakan tentang Pelaksanaan APBD: Kepala Daerah berperan dalam menetapkan kebijakan terkait pengelolaan keuangan daerah. Seandainya lagi, kebijakan (peraturan) yang ditetapkan kepala daerah, katakan tentang standar harga barang lebih rendah dari harga pasar, apakah akan menguntungkan pedagang atau tidak?
3. Menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran/Barang: Ini melibatkan tanggung jawab atas penggunaan anggaran dan barang. Seandainya yang ditetapkan kepala daerah sebagai kuasa pengguna anggaran (kepala dinas) adalah orang yang tidak amanah, lalu jalan menuju ke kampung anda tidak sesuai bestek (rusak sebelum waktunya). Apakah menguntungkan anda atau tidak?
4. Menetapkan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara Pengeluaran: Kepala Daerah memiliki peran dalam mengatur bendahara yang bertanggung jawab atas penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah. Seandainya kepala daerah menetapkan bendahara penerimaan tergolong culas, lalu pajak atau retribusi yang anda bayar ditilep mereka. Selanjutnya penerimaan PAD tidak mencapai target, sehingga tidak cukup anggaran (gagal) untuk kegiatan peningkatan jalan ke kampung anda, apakah anda diuntungkan atau tidak.
Itu beberapa contoh kecil karena salah memilih kepala daerah. Bagaimana kalau kesalahan kebijakan bersifat strategis yang berdampak luas. Sulit dibayangkan, kesulitan apa yang akan dihadapi warga di suatu kawasan.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat mencerahkan para pemilih dan masyarakat dimana pun berada. Wallahualam bis sawab.