Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Kreatif! Sampah Daun Sagu Jadi Atap Rumah

8 Juli 2012   17:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:10 2147 2

Bagi masyarakat pedesaan yang kreatif malah sebaliknya, sampah bukan sebagai ancaman tetapi sering menjadi sumber penghasilan. Dari sampah organik (misalnya dedaunan) mereka olah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Hal inilah yang sudah dilakukan oleh Pak Ahmad (50) warga Desa Pangwa, Kabupaten Pidie Jaya.

Dalam perjalanan ke Banda Aceh sore tadi, Minggu (8/7), kompasianer mampir ke rumah Pak Ahmad. Kompasianer sama sekali belum mengenalnya, tetapi kompasianer tertarik melihat aktivitas mereka yang sedang menganyam daun. Didepan rumahnya juga terlihat tumpukan atap daun sagu yang siap dipasarkan.

Saat kompasianer tiba disana, mereka sedang jongkok sambil menganyam daun sagu yang dapat dijadikan atap rumah. Sebelum melihat mereka mengolah sampah daun sagu, jika kita temukan daun sagu dipinggir jalan dipastikan akan dibuang ke tong sampah. Sebaliknya, bagi Pak Ahmad dan keluarganya, sampah daun sagu itu menjadi sumber penghasilan tambahan selain dari produksi padi dan hasil ladangnya.

Menurut Pak Ahmad, satu lembar atap daun sagu yang panjangnya 1,80 meter itu diberi harga Rp.6000. Atap daun sagu buatan Pak Ahmad cukup istimewa, karena daunnya dilapis dua sehingga memiliki daya tahan sampai puluhan tahun. Di tempat lain, lanjutnya, memang ada yang menjual lebih murah tetapi kualitas atap kurang baik, hanya dibuat satu lapis.

Ketika kompasianer raba dan buka atap yang sudah jadi, memang dibuat dalam komposisi lapis dua. Atapnya juga relatif berat. Kompasianer menyimpulkan bahwa penuturan Pak Ahmad tentang kualitas produknya bukan promosi, tetapi faktual.

Untuk menganyam atap dari daun sagu, kata Pak Ahmad, satu orang bisa menyiapkan sebanyak tujuh lembar per hari. Oleh karena itu, rata-rata keluarga Pak Ahmad bisa memperoleh penghasilan dari anyaman atap itu sebanyak Rp.42 ribu per orang/hari. Bahan baku, baik sampah daun sagu, maupun pohon pinang tidak dibeli, karena tersedia banyak di ladangnya. “Hanya belah rotan yang saya beli,” ungkap Pak Ahmad.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun