Sesekali kita perlu sadar diri, menyadari dari apa yang telah kita perbuat atau lakukan dari segala aktivitas yang pernah dilalui, serta mengkontemplasikannya. apakah di lalui dengan cara yang baik? Bijak? Atau jahat?. Manusia kerap kali terlalu fokus terhadap hasil dari pada proses. Sehingga acap kali tidak memberi ruang kebebasan terhadap alam untuk merasakan kebahagiaan sebagaimana mustinya. Pemerkosaan terhadap alam kian menjadi-jadi, sebagaimana hal demikian merupakan ulah birahi manusia yang tertutup hatinya oleh kebahagiaan duniawi semata, sehingga tidak memperhatikan ekologis realitasnya. Hutan di Kalimantan sebagai contohnya ; Tidak mungkin paru-paru dunia tersebut menghasilkan asap jika tidak ada pemantiknya. Desas-desus dari global warming acap kali sebagai distorsi. Hipokritis kerap mengikis moralitas manusia sehingga menjadi salah satu pendorongnya dalam berbuat jahat. Pembangunan sebagai eskalator manusia menuju peradaban! katanya. Terus di jamurkan di pelosok negri agar merata sehingga tak lagi merana soal keadilan dalam pembangunan. Adil? Tapi bagi alam tidak! Karena instanisasi dalam mendirikan pembangunan kerap dilalui dengan cara yang tidak etis, seperti keperluan lahan yang membentang kerap terjadi penyisiran alam dengan cara di bakar agar cepat rata tanpa pepohonan. Sehingga asap tebal bertebangan menuju hidung dan atau pernapasan manusia yang tidak bersalah.
KEMBALI KE ARTIKEL