Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Ketidakadilan Pengelolaan Sumber Daya Alam Bagi Daerah Penghasil

17 Mei 2013   10:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:26 1335 0
I. PENDAHULUAN

Keberadaan potensi sumberdaya alam yang melimpah di Kalimantan Selatan dari waktu kewaktu periode pembangunan ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Daerah, bahkan masyarakat daerah cendrung menanggung akibat negatif dari eksploitasi Sumber Daya alam tersebut , jika boleh di lakukan kalkulasi antara hasil yang dikeruk dari bumi lambung mangkurat ini dibandingkan dengan penderitaan rakyat akibat dampak negatif nya maka keberadaan kharunia kekayaan alam tersebut justru menjadi balla(=bencana).

Sejarah mencatat betapa melimpahnya potensi kekayaan hutan berupa kayu Kalimantan Selatan, dengan napsu dan keserakahan dibawah kendali oknum-oknum pemerintah yang duduk dipusat pada orde pemerintahahan lalu, dengan memanfaatkan dan berlindung di peraturan dan perundang-undangan yang mampu dibuat(dipesan saat itu), untuk kepentingan pribadi dan golongan tersebut, oknum aparat bersenjata pada saat tersebut dibayar untuk menghadapi dan menakut-nakuti rakyat agar pengerukan Sumber Daya kayu tersebut berjalan mulus, maka ludeslah harta karun yang melimpah ruah tersebut, sementara apa yang bisa dinikmati oleh masyarakat daerah, tidak ada jalan yang mulus, fasiltas umum yang memadai serta sarana pendidikan yang lengkap yang dapat dinikmati masyarakat, yang ada hanya bencana kekeringan, banjir dan penyakit akibat rusaknya ekosistem, coba seandainya 10 % saja potensi sumberdaya alam kayu tersebut dialokasikan untuk masyarakt daerah, ceritanya akan lain, ekonomi masyarakat akan meningkat sehingga bisa membangun rumah yang permanen bebas banjir, Sumber Daya Manusianya akan meningkat sehingga mampu membangun daerah dan mencegah terjadinya bencana, serta bisa berupaya memulihkan kondisi lingkungan dengan reboisasi swakarsa, sementara Dana Reboisasi yang menjadi hak Daerah sampai saat ini masih belum jelas juntrungnya, kalaupun ada program reboisasi hanya sebagai sarana kroni-kroni oknum penguasa saat itu mengeruk keuntungan pribadi dengan membuat reboisasi kamuflase.

Akankah kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam hutan tersebut terus berlangsung terhadap sumberdaya alam lainnya ? maukah kita masyarakat daerah terus diposisikan jadi penonton dan korban akibat pengerukan SDA oleh Pihak Lain dengan dalih regulasi dan alasan formil lainnya? Tentunya jika kita berpikiran waras menolak dan bereaksi keras terhadap segala upaya yang menyesengsarakan rakyat daerah. Lalu siapa yang berwenang dan mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan memproteksi rakyat daerah dari tindakan kesewenangan tersebut.

Kewajiban dan tanggung jawab tersebut yang utama ada di pundak pimpinan daerah yang diberi mandat oleh rakyat untuk memimpin dan menjadi pemimpin daerahnya, disamping masyarakat juga harus berusaha jangan hanya diam dan pasrah atas perlakuan ketidak adilan tersebut, jangan justru masyarakat yang mempunyai kemampuan dan keahlian untuk bicara dan bersuara, beberapa media lokal, justru turut serta terlibat memuluskan praktek-prektek dari pihak luar tersebut, untuk menyakiti rakyat daerahnya.

”Tikus Mati di Lumbung Padi”, itulah fenomena yang nampaknya terjadi dalam pembangunan di Kalimantan Selatan saat ini. Alangkah ironisnya potensi SDA Kalimantan Selatan yang begitu melimpah tetapi rakyatnya masih belum sejahtera hal tersebut didukung dengan pencapaian indikator Pembangunan Manusia Kalimantan Selatan berada diurutan 26 dari 33 Provinsi yang direalease Koran Banjarmasin Post tanggal 11 Agustus 2007, yang lebih miris ternyata masih menurut koran tersebut Ketua Komite Ahli Cooporate Social Responsibility(CSR) Award, corporete Forum Community Development(CFCD), Prof. Dr Ir HAM Hardinsyah MS mengatakan IPM Kal-Sel yang berada di peringkat 26 dari 33 provinsi di Indonesia dengan Nilai 67,4. bahkan di regional Kalimantan Kal-Sel menduduki urutan paling buncit. Padahal daerah yang berada diperingkat atas banyak daearah yang tidak memiliki sumber daya alam. Sementara Kalsel kaya”, ujarnyapada seuah seminar. Untuk menaikkan peringkat IPM diperlukan waktu yang sangat lama. Satu peringkat saja memakan waktu sekitar lima tahun. IPM Kal-Sel tahun 2002 sebesar 64,3 kemudian tahun 2004 sebesar 66,7 dan 2005 naik menjadi 67,4 ” jadi kalau Kal-Sel ingin masuk lima besar IPM di Indonesia perlu waktu palaing cepat 50 tahun tukasnya(B.Post, tanggal 11 Agustus 2007). Indikator lain adalah Umur harapan Hidup Kalimantan Selatan rendah hanya 62,4 tahun jauh dibawah standar Umur Harapan Hidup Nasional. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan di Kalimantan Selatan masih belum mampu membuat rakyat sejahtera.

Bertitik tolak dari gambaran perkembangan pembangunan dan realitas keadaan kesejahteraan rakyat yang belum berkoorelasi dengan produksi pengelolaan sumber daya alam yang dicapai, ternyata jalannya pemerintahan dan pembangunan belum melibatkan dan berorientasi kepada rakyatnya, kedepan diperlukan komitmen pemimpin untuk bisa membangun dan maju bersama rakyatnya, agar bisa mengelola daerah dan masyarakatnya sejahtera bersama-sama.

Bertitik tolak dari keresahan dan keprihatinan atas realitas pembangunan yang terjadi saat ini dan berharap dan serta berjuang agar adanya perbaikan dan pembenahan dimasa yang akan datang maka disampaikan gagasan, pemikiran dan Ide serta komitment bagaimana “Peran Pengusaha Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam”, sebagai wacana dan referensi serta renungan masyarakat daerah Kalimantan Selatan Khususnya dan Daerah lainnya di Indonesia yang mengalami permasalahan serupa.

II. FAKTA DAN KENDALA

Eksistensi masyarakat dan pengusaha daerah dalam pengelolaan sumber daya alam di Kalimantan Selatan masih memprihatinkan bahkan cendrung terlupakan hal tersebut berdasarkan investigasi ASPEKTAM sebagai berikut :

1. Penguasaan dan alokasi lahan potensi pertambangan yang dapat di kelola masyarakat dan pengusaha daerah hanya mencapai 3 % sisanya 97 % dikuasai oleh asing dan pengusaha besar dari luar daerah, terlebih dengan pemberlakukan Undang-Undang Minerba yang baru yaitu UU No, 4 Tahun 2009, semakin mengamputasi eksistensi dan peran masyarakat dan pengusaha daerah karena mekanisme penguasaan ijin harus melalui tender dan minimal luas 5.000 Ha. Jadi mustahil kalau rakyat daerah harus bersaing dengan pengusaha asing dan konglomerat.

2. Dibidang perkebunan kelapa sawit mayoritas dikuasai oleh pengusaha asing sedangkan alokasi yang di peruntukkan untuk pengusaha daerah hanya mencapai 5 %

3. Dibidang pertanian dan perikanan masyarakat darah masih dihadapkan pada permasalahan teknologi dan pola pengelolaan usaha serta kesulitan pemasaran hasil, sehingga sektor tersebut menjadi sektor yang tidak menarik untuk dikelola.

4. Sektor Kehutanan saat ini dalam kondisi “mati suri” akibat kebijakan pemerintah pusat yang membabi buta tanpa mempertimbangkan masyarakat lokal yang telah turun temurun bergantung hidup dari sektor kehutanan

Berdasarkan fakta tersebut menunjukkan bahwa pengusaha dan masyarakat daerah masih diposisikan sebagai penonton dalam pengelolaan sumberdaya alam, dimana apabila situasi tersebut tidak segera di benahi akan dapat menimbulkan konflik yang sangat kompleks karena kecemburuan dan ketidak adilan hail ini sudah maulai tampak di beberapa daerah, terdapat beberapa hambatan dan kendala masyarakat dan pengusaha daerah berkontribusi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam didaerahnya yaitu :

1. Belum adanya konsep distribusi yang adil untuk masyarakat dan pengusaha daerah terhadap penguasaan potensi sumber daya alam baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

2. Peraturan dan perundangan yang di terapkan belum berorientasi pada peningkatan peran masayarakat dan pengusaha daerah dalam pengeloaan sumber daya alam, bahkan cendrung diamputasi.

3. Ketidak pastian hukum bahkan terjadinya kriminalisasi terhadap pengusaha daerah oleh aparat penegak hukum sehingga keberadaan pengusaha daerah semakin terpojok bahkan sampai menimbulkan trauma untuk berusaha .

4. Hambatan birokrasi baik tingkat pusat maupun daerah belum memberikan kemudahan bagi pengusaha daerah untuk beruasa dan berkiprah dalam pengelolaan sumber daya alam.

III. STRATEGI OPTIMALISASI PERAN MASYARAKAT DAN PENGUSAHA DAERAH DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Straregi dan langkah penataan pengembangan potensi daearah yang berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan pemerintah sangat perlu di laksanakan agar pengalaman masa lalu dalam pengelolaan potensi daerah yang hanya menguntungkan segelintir orang dari luar jangan sampai terulang dan disamping itu juga dalam rangka mengantisipasi timbulnya friksi dan tuntutan serta protes masayarakat akibat kecemburuan dari pengelolaan yang belum nenerapkan segi keadilan bagi masyarakat daerah, timbulnya kerusuhan dan berbagai protes masyarakat nantinya akan membuyarkan semua investasi yang sudah ditanamkan dan harapan untuk menggaet investor sulit untuk dilakukan akibat cara penanganan yang salah dalam mengelola investasi didaerah.

Perlu adanya kesadaan dan tekad semua pihak untuk mewujudkan Indonesia sebagai tempat tujuan investasi yang menyenangkan, aman dan terjamin dimana kondisi tersebut menimbulkan peningkatan minat investor akan menanamkan modalnya.

Hal lain yang sangat penting juga diantisipasi dalam penataan pengelolaan investasi tersebut adalah merubah paradigma penonton menjadi paradigma pelaku usaha agar masyarakat daerah tidak jadi penonton saja melainkan juga turut berperan aktif dalam pengelolaan investasi sesuai dengan peran dan kemampuan masing-masing.

Untuk dapat menata dan mengelola potensi daerah agar dapat dimanfaatkan secara optimal dengan meminimasi potensi konflik dengan masyarakat maupun sesama pelaku usaha perlu ditetapkan pembagian zona atau wilayah pengembangan investasi yang disepakati dan ditaati semua pihak termasuk masyarakat setempat.

Dari potensi yang tersedia berdasarkan hasil kajian dan penelitian Tim Terpadu Percepatan Investasi selanjutnya ditetapkan zona kawasan investasi dengan distribusi sebagai berikut :

a. Zona Pengelolaan Potensi Pengusaha dan Masyarakat Daerah sebesar 30 % dari total potensi yang tersedia

b. Zona Pengelolaan Potensi BUMD dan atau BUMN yaitu sebesar 20 % dari potensi yang tersedia

c. Zona Pengelolaan Potensi PMDN dan PMA sebesar 50 % yang selanjutnya ditawarkan kepada investor Nasional dan Luar negeri.

Masing-masing zona atau kawasan dibatasi secara tegas dan diberi rambu-rambu dilapangan sehinga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dan perebutan yang dapat menimbulkan konflik. Masyarakat yang berada di sekitar wilayah zona tersebut diberikan pengertian dan penyuluhan secara intensif agar dapat mengetahui dan selanjutnya mendukung terhadap program tersebut. Kepada masyarakat daerah dibawah koordinasi pemerintah berupaya mengoptimalkan perannya untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuannya di wilayah yang telah ditetapkan sebagai zona masyarakat daerah, sehingga dengan telah terdistribusinya potensi tersebut dan termasuk pengaturan alokasi bagi masyarakat daerah tentunya diharapkan masyarakat daerah tidak lagi hanya sebagai penonton melainkan juga diharapkan dapat terlibat usaha langsung yang tentunya hal ini merupakan jalan yang penting untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat(secara detail dituangkan dalam buku yang akan di publikasikan).

IV. PENUTUP

Demikian gambaran peran masyarakat dan pengusaha daerah dalam pengelolaan sumber daya alam di daerahnya, serta usulan solusi yang dapat di laksanakan dalam upaya optimalisasi peran tersebut

Sebagai kata kunci dalam upaya percepatan kesejahteraan masyarakat adalah dorong dan libatkan masyarakat daearah untuk berusaha dan aktif dalam pengelolaan Sumber Daya Alam Daerah dengan proteksi dan pengawasan langsung pemerintah, Saatnya pemimpin daerah memikirkan dan memperhatikan serta berani melindungi rakyatnya apabila terdapat kebijakan Pusat yang tidak memihak kepada masyarakat daerah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun