Tak hanya itu, kegembiraan menyambut Ramadhan juga ditunjukkan melalui acara-acara adat yang sudah menjadi tradisi secara turun temurun pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu, biasanya identik dengan suku dan daerah.
Bagi saya, kegembiraan maupun kebahagiaan merupakan keniscayaan hati atau perasaan dalam menghadapi suatu hal. Efek dari rasa senang yang tidak bisa dibuat-buat atau berpura-pura. Ekspresi bisa saja dibuat-buat atau kasarnya berbohong, namun perasaan hati? akankah bisa membohongi diri sendiri, atau bahkan berpura-pura dengan Tuhan?
Pertanyaan selanjutnya,"Bagaimana jika ada yang tidak gembira menyambut Ramadhan?"
Lalu,"Bagaimana jika kita jujur saja pada Tuhan, bahwa sebenarnya kita tidak suka berpuasa? Tidak suka menahan lapar dan haus, dan harus menahan diri melakukan hal-hal yang sebenarnya halal, namun diharamkan hingga mentari terbenam?
Sejatinya, tidak ada hak kita untuk menghakimi perbuatan orang lain, apalagi menyangkut hati. Karena tak sedikitpun kita tahu isi hati dan perasaan orang lain. Hanya Tuhan yang Mahatahu segalanya, niatn keikhlasan, ketulusan kebahagiaan dan kegembiraan, serta seberapa ganjaran yang pantas diberikan kepada hamba. Sekali lagi hanya Dia yang Mahatahu.
Bagi yang benar-benar 'dihampiri' kegembiraan menyambut Ramadhan, entah karena suka berpuasa atau alasan apapun, kita ucapkan selamat. Karea mungkin anda termasuk golongan yang diharamkan dari api neraka.Sebaliknya, kita yang tidak dihampiri kegembiraan, entah karena tidak suka atau apapun alasannya. Daripada terjebak dalam euforia kegembiraan yang sejatinya tidak kita rasakan, atau berpura-pura gembira, mari kita berdoa:
"Ya Allah, sebenarnya aku tidak merasa gembira menyambut Ramadhan, namun demi ketaatan sebagai hamba, aku rela berpuasa demi mendapat keridhaan-Mu."
Spesial, bukan???
Suatu hal yang tidak kita sukai, namun ikhlas kita lakukan demi mendapat ridha-Nya.
Selamat berpuasa, semoga semua ibadah kita diterima dan di ridhai oleh Allah Azza Wajalla.
Aamiiinn..