"Iya, sebentar lagi. Sudah hampir selesai neh".
Akupun menuju ruang kantor puskemas. Seorang pria dengan pakaian dinas lengkap dengan peci sedang menunggu saya. Saya kurang mengenal beliau. Sepertinya memang seorang pejabat. Kamipun masuk ruangan. Nampaknya agak serius.
"Dok, saya mau minta tolong. Ada gak obat supaya tidak jadi hamil setelah berhubungan? Tadi malam saya dan istri 'khilaf'. Padahal istri belum mau hamil lagi."
"Ada. Di puskesmaspun ada, Pak.Tapi apa semalam memang tidak pakai pengaman apapun seperti kondom begitu?".
"Tidak, Dok. Istri sayapun sudah berhenti ber-KB. Apa bisa saya ambil obatnya walau bukan istri saya yang kemari?"
"Sebenarnya istrinya mesti kemari, supaya saya bisa jelaskan cara minumnya. Lagipula obat ini ada efek sampingnya yang mesti ia tahu juga."
"Tolonglah, Dok. Jelaskan saja semua pada saya, nanti saya beritahu semua ke istri saya."
Kemudian saya memberikan obat yang diminta oleh beliau, yakni pil kontrasepsi hormonal (kontrasepsi darurat) yang kebetulan ada di puskesmas. Sebenarnya saya mau meminta beliau, agar istrinya yang datang ambil obat/pil itu ke puskesmas, tapi agak segan karena beliau pejabat, padahal obat itu bisa saya berikan langsung padanya. Kalau tidak salah pil itu adalah bantuan dari salah satu badan kesehatan PBB. Obat ini katanya efektif mencegah kehamilan sampai 72 jam setelah hubungan yang 'tidak aman' dan tidak diinginkan terjadi kehamilan seperti pada kasus perkosaan, istri lupa minum pil KB, dan kondom bocor atau lepas. Tapi ada yang sedikit aneh, kok istrinya tidak ikut kemari yah.? Sayapun segan menanyakannya.
Beberapa hari kemudian beredar isu bahwa pria yang pernah yang datang pada saya itu selingkuh dengan seorang gadis. Hmm.. jangan-jangan pil yang saya berikan kemarin itu bukan untuk istrinya, tapi untuk selingkuhannya. Mengapa itu hari saya tidak meminta agar istrinya sendiri yang datang ambil obatnya langsung? Semoga tidak demikian. Hush.. kok saya jadi berburuk sangka pada orang. Astaghfirullah.
Publish from Kompasiana Mobile