Oleh: Muhammad Hatta Abdan
Deras ombak mengelegar menampar bibir tebing,Sepanjang pasir putih yang bening tanda bekas kakinya menjelma menjadi malam yang hangat.
Di ujung pantai disamping selat,
Senja hadir bersamanya, lalu sama-sama menebar keindahan pada jiwa-jiwa muda yang menatap tajam.
Penantian panjang diwaktu petang,
Di sela-sela waktu peristrhatan senja,  ada yang tak biasa dari  pulangnya matahari pada asal. Ia tenggelam kedalam laut, tapi masi saja menyisahkan terang pada raut wajah yang senduh
Laut tedu tentang rindu, sosok perempuan lugu dan pemalu. Ia menikmati laut dengan secuil senyum tipis sembari menaruh bunga di telingnya.
Gerak manja seperti senja menjadi garis penutup di waktu siang yang panjang,Sosok gadis manja itu kemudia hadir di balik senja, disaat bulan timbul bersama gema merduh Adzan. Perahu layar yang sedari tadi di nanti-nanti kini telah berlabu. Perawakannya lugu dan polos mampuh menyentuh Qalbu menenangkan batin pada tingkat paling tinggi.
Sementara ketenangan laut seketika menjelma menjadi kenagan.
Sepotong puisi lalu hadir dalam bentuk kata-kata paling manja. Setelah ini, kau akan ku simpan dalam sebua catatan perjalan hidup yang belum usai.
Ucapnya pada sunyi yang berbunyi.!
Bulan telah tertelan dan gelap seketika menyelinap diantara dedaunan, sedangkan ombak masi terus pecah menampar karang-karang dipinggir pantai.
Saat gelap bertambah gulita, ada suara lirih yang meriwayatkan pesan untuk ku segera pulang. Berdiam atau berdiri beranjak pergi, pertentangan akal dan hati mencuat ke setiap nadi, sebab hati belum mau pulang.
Suara itu perlahan hilang bersama senja, seketika suasana terasa tenang dan hanya gelap yang menang, sebab dia dan senja telah pergi meninggalkan jejak yang diganggu gelap.
Dalam hati, aku selipkan harapan pada bekas kakinya yang ia tinggalkan diatas pasir putih. Berharap, semogah esok dia masi datang dan hadir bersama senja dengan gaya manja yang ia punya.