Jika dianalogikan virus corona tak ubahnya seperti karakter antagonis absolut dalam sebuah cerita atau film, karena ia terus saja melakukan perbuatan jahat tanpa mengenal belas kasih, tanpa pandang bulu.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk memutus rantai penyebaran virus corona, seperti seruan kampanye #dirumahaja atau anjuran physichal distancing, yaitu dengan melakukan aktivitas seperti bekerja (bagi yang mampu), belajar, dan beribadah cukup di rumah saja. Keluar rumah hanya untuk keperluan yang mendesak saja. Serta agar membatasi kontak fisik sosial terhadap orang lain.
Selanjutnya ada upaya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), penerapan protokol keamanan diberlakukan bagi yang hendak keluar-masuk daerah. Makanya kemarin sempat diberitakan mengenai pelarangan mudik sebelum lebaran.
Berbagai tempat strategis yang memungkinkan berkumpulnya banyak orang juga ditutup sementara, seperti pusat perbelanjaan, perusahaan, tempat ibadah, restoran, tempat wisata, dll. Bagi beberapa tempat yang masih buka, tetap harus menerapkan protokol keamanan yang ketat.
Namun realitanya, beberapa upaya preventif tersebut dinilai masih kurang efektif dalam pelaksanaannya. Angka penyebaran virus masih saja terus melonjak tinggi.
Diduga penyebabnya adalah sikap pemerintah yang kurang tegas dalam menerapkan aturan dan beberapa masyarakat yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku. Sehingga koordinasi antara pemerintah dan masyarakat menjadi tidak selaras atau sinkron.