Dalam upaya global untuk menghadapi krisis iklim, mobil listrik sering kali dianggap sebagai simbol transisi menuju keberlanjutan. Pemerintah dan perusahaan otomotif besar berlomba mempromosikan kendaraan ini sebagai solusi untuk mengurangi emisi karbon dan mengatasi polusi udara. Namun, di balik narasi optimistis ini, ada kompleksitas yang menantang klaim bahwa mobil listrik adalah solusi definitif bagi keberlanjutan lingkungan. Mobil listrik bergantung pada baterai litium-ion, yang memerlukan litium, kobalt, dan nikel sebagai bahan dasar. Penambangan bahan-bahan ini memiliki konsekuensi. Misalnya, litium diekstraksi melalui proses yang memerlukan air dalam jumlah besar, yang sering terjadi di daerah yang mengalami kekeringan, seperti Chili dan Argentina. Penambangan ini menghancurkan ekosistem lokal dan menyebabkan krisis sosial karena industri besar mengambil sumber daya air dari komunitas lokal.Pelanggaran hak asasi manusia, termasuk eksploitasi pekerja anak, sering dikaitkan dengan kobalt, yang sebagian besar dibuat di Republik Demokratik Kongo. Selain itu, jejak karbon yang dihasilkan dari penambangan dan pengolahan bahan-bahan ini jauh melampaui keuntungan emisi rendah kendaraan listrik.
KEMBALI KE ARTIKEL