(1) Peminggiran dan diskriminasi terhadap masyarakat adat Papua, (2) kegagalan pembangunan ekonomi yang tidak mempertimbangkan aspek sosial budaya, (3) kekerasan negara dan pelanggaran HAM, dan (4) perbedaan persepsi terhadap Papua tahun 1969. (Muridan et al, Op Cit, hal. 10.) aneksasi Indonesia. Djon dalam tulisannya mengusulkan proyek solusi untuk memenangkan konflik melawan pemberontakan; (1) memperkuat legitimasi pemerintah dan kontrol keamanan, (2) fokus pada kebutuhan dasar orang Papua, (3) menghancurkan infrastruktur pemberontak, (4) mendapatkan legitimasi bagi aktor internasional yang memerangi pemberontak, yang terjadi pada waktu yang sama. bantuan internasional kepada kelompok pemberontak, baik materil maupun normatif. 6 Juli 1998, Wamena 4 April 2003, dan Paniai 2014. Peristiwa Biak terjadi ketika sekelompok pendukung Papua Merdeka secara damai mengibarkan bendera Bintang Kejora. Pasukan keamanan merespons dengan operasi militer. 8 orang meninggal, 3 orang dinyatakan hilang, 37 orang luka-luka, 150 orang ditangkap dan 32 mayat tidak teridentifikasi. (Mehulika Sitepu, Bagaimana Kronologi tiga kasus pelanggaran HAM berat di Papua. 2017.) Peristiwa "Wamena Berdarah", penyerangan terhadap markas Kodim 1702/Wamena, memicu operasi besar-besaran di 25 desa. Dua anggota Kodim, Letnan Napitupulu dan Prajurit Ruben Kana, tewas dalam serangan itu dan satu orang luka parah. Filosofi dan makna landasan teoritis operasi COIN di Papua harus diubah untuk menghadapi tantangan yang ada. Model Papua McCormick seharusnya tidak berfokus pada praktik operasional untuk memberantas pemberontakan, melainkan upaya untuk menundukkan para pemberontak sebagai satu kesatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Caranya adalah dengan meningkatkan komitmen negara untuk menjamin kesejahteraan dan keamanan rakyat Papua.