Lukis senyum ku kala itu masih bersih dari kasat dan kusutnya hidup, beban pun tak dirasa sebagai kesulitan, tertawa sebahagia-bahagianya dan menangis sejadi-jadinya. Namun di umurku yang masih seumur jagung kala itu, aku sudah tak lagi bertatap muka dengan ayahku sendiri. Aku tak tau kenapa bisa seperti itu, dan aku pun tak pernah bertanya kenapa bisa seperti itu. Mungkin akalku kala itu masih terlalu suci untuk memikirkan dosa-dosa yang diperbuat insan manusia di dunia. Melihat keadaan seperti itu, orang-orang sering bertanya kepadaku "kemana ayahmu? Kenapa dia tak pernah pulang melihatmu? " tanya mereka seperti itu. Dan dengan kepolosan dan keluguan sikap yang kumiliki saat itu aku menjawab "tidak tahu". Aku tak pernah sedikit pun merasa malu ketika menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban tidak tahu, karena kala itu aku memang benar-benar tak tahu apa yang tengah ku alami. Â Tak pernah terlintas dalam benak ku kala itu untuk mengingat seorang ayah, karena sedikit sekali kenangan yang bisa kuingat tentangnya. Sejak saat itu aku tumbuh dan berkembangan dalam kasih sayang seorang ibu, tanpa pernah mempermasalahkan keberadaan ayahku.
KEMBALI KE ARTIKEL