Pada masa itu, Tambakberas menjadi pusat pendidikan Islam yang tidak hanya menekankan penguasaan ilmu agama, tetapi juga membangun karakter santri sebagai pembawa perubahan sosial dan moral. KH. Abdul Fattah Hasyim, dengan keteladanannya dalam pembinaan spiritual dan akhlak, serta KH. Wahab Hasbullah, yang dikenal sebagai ulama visioner dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), menjadikan Tambakberas sebagai tempat yang melahirkan kader-kader ulama yang tangguh dan berpengaruh.
KH. Moh Noeh adalah salah satu santri yang mendapatkan pendidikan langsung dari kedua ulama besar ini. Dari KH. Abdul Fattah Hasyim, ia menyerap nilai-nilai kesederhanaan, keikhlasan, dan pengabdian kepada masyarakat. Sementara dari KH. Wahab Hasbullah, ia mendapatkan wawasan luas tentang pentingnya memadukan nilai-nilai keislaman dengan semangat kebangsaan. Kombinasi pendidikan inilah yang membentuk KH. Moh Noeh menjadi sosok ulama yang tidak hanya alim dalam ilmu agama, tetapi juga memiliki visi besar dalam membangun masyarakat.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Tambakberas, KH. Moh Noeh melanjutkan perjuangan dengan mendirikan dan mengasuh Pondok Pesantren Zainul Bahar di Wringin, Bondowoso. Pesantren ini menjadi tempat di mana KH. Moh Noeh menerapkan nilai-nilai dan tradisi yang telah ia pelajari di Tambakberas, menjadikannya pusat pendidikan yang melahirkan generasi yang berakhlak mulia dan berkontribusi bagi umat.
Pada tahun 2025, Pondok Pesantren Tambakberas akan mencapai usia 200 tahun, sebuah pencapaian luar biasa yang mencerminkan perjalanan panjang pesantren ini dalam menjaga tradisi keilmuan dan pembinaan moral umat Islam. Dua abad keberadaan Tambakberas adalah bukti nyata bahwa pesantren ini telah menjadi salah satu pilar penting dalam pendidikan Islam di Indonesia.
Sebagai salah satu alumni yang menjadi bagian dari sejarah panjang Tambakberas, KH. Moh Noeh adalah salah satu contoh nyata bagaimana pesantren ini melahirkan tokoh-tokoh besar yang membawa pengaruh positif bagi masyarakat. Warisan yang ditanamkan oleh KH. Abdul Fattah Hasyim dan KH. Wahab Hasbullah terus hidup melalui para santri seperti KH. Moh Noeh, yang melanjutkan tradisi keilmuan dan perjuangan di tempat lain.
Dua abad Tambakberas adalah momentum untuk merayakan warisan para pendahulu sekaligus memperkuat komitmen dalam menghadapi tantangan zaman. Dengan tetap menjaga tradisi salafiyah yang berpadu dengan inovasi modern, Tambakberas terus melahirkan generasi yang tidak hanya cakap dalam ilmu agama, tetapi juga mampu menjawab kebutuhan masyarakat di era global.
Sebagai bagian dari perjalanan ini, KH. Moh Noeh dan pesantrennya di Wringin adalah bukti bahwa semangat Tambakberas telah meluas ke berbagai penjuru negeri, menjadi inspirasi bagi banyak pesantren lainnya. Menuju dua abad, Pondok Pesantren Tambakberas diharapkan terus menjadi pelita peradaban Islam, melanjutkan perjuangan para ulama, dan mengokohkan perannya sebagai benteng moral bangsa.