Sebagai sahabat, kita mungkin terlalu naif. Menyimpan cemburu yang purba. Menangkup sakit hati yang nisbi. Kita terlalu percaya akan bisik halus perasaan. Hingga, kerap kali akal kita terbaring kaku di balik jasad prasangka-prasangka sirik yang kita gelar. Kita bahkan menghidupinya dengan cerita-cerita nelangsa yang fiktif.
KEMBALI KE ARTIKEL