Muhammad Nuhrizal, S.H., seorang praktisi hukum yang berpengalaman, memberikan pandangan penting mengenai penerapan splitsing dalam konteks tindak pidana penadahan. Penadahan sendiri adalah tindak pidana yang terjadi ketika seseorang menerima atau memiliki barang hasil tindak pidana, baik dengan sengaja atau karena kelalaian, yang diatur dalam Pasal 480 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Artikel ini akan mengulas tentang konsep splitsing dalam hukum pidana, bagaimana penerapannya dapat memastikan keadilan, serta pendapat Nuhrizal mengenai penerapan splitsing dalam kasus penadahan.
Apa Itu Splitsing dalam Hukum Pidana?
Splitsing dalam konteks hukum pidana merujuk pada pemecahan atau pemisahan perkara yang semula dianggap sebagai satu perkara besar menjadi beberapa perkara terpisah, baik berdasarkan jumlah terdakwa maupun perbedaan peran mereka dalam tindak pidana. Konsep ini sering digunakan dalam perkara yang melibatkan banyak terdakwa atau pelaku dengan peran yang berbeda dalam kejahatan yang sama.
Tujuan dari splitsing adalah untuk memastikan bahwa proses peradilan lebih terfokus pada masing-masing terdakwa, memungkinkan pengadilan untuk memutuskan dengan lebih tepat berdasarkan bukti yang ada, dan memberikan hukuman yang lebih proporsional terhadap tingkat keterlibatan setiap individu dalam tindak pidana tersebut.
Apakah Splitsing Diperlukan dalam Hukum Pidana?
Di dalam hukum pidana, keadilan tidak hanya didasarkan pada siapa yang terlibat dalam suatu tindak pidana, tetapi juga pada seberapa besar kontribusi atau peran setiap individu dalam kejahatan tersebut. Oleh karena itu, splitsing seringkali dianggap penting untuk memastikan bahwa proses peradilan tetap adil dan efisien, serta tidak mempersulit atau membingungkan proses pengadilan.
Beberapa alasan mengapa splitsing diperlukan dalam hukum pidana antara lain:
A. Keadilan Prosedural
Ketika beberapa orang terlibat dalam tindak pidana yang sama, namun dengan peran yang berbeda, splitsing memungkinkan masing-masing terdakwa untuk diadili sesuai dengan peran dan kontribusinya dalam tindak pidana tersebut. Hal ini menjamin bahwa mereka yang hanya berperan sebagai penadah atau pemberi informasi tidak diperlakukan dengan hukuman yang setimpal dengan pelaku utama.