Seharusnya pemerintah daerah Kabupaten Bima memiliki mekanisme mitigasi yang lebih responsif terhadap konflik yang berpotensi mengganggu kepentingan publik. Pemblokiran jalan bukan fenomena baru di berbagai daerah di Indonesia dan biasanya terjadi akibat akumulasi ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah atau konflik kepentingan tertentu. Jadi pemerintah daerah harus lebih masif dalam membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat supaya dapat mengantisipasi gejolak sosial yang akan terjadi
Bima sebagai wilayah yang kerap menghadapi dinamika sosial politik yang tinggi seharusnya memiliki strategi yang lebih matang dalam merespons aksi-aksi seperti yang terjadi hari ini (pemblokiran jalan). Namun yang terjadi justru sebaliknya, lambatnya tindakan dari pemerintah daerah memberi kesan bahwa mereka tidak memiliki strategi penanganan konflik yang terstruktur. Tidak adanya langkah preventif juga menunjukkan lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah dengan tokoh masyarakat serta pihak keamanan dalam menyelesaikan masalah sebelum eskalasi terjadi.
Selain pemerintah daerah APH setempat juga patut dikritik atas ketidakmampuannya dalam mengambil langkah yang tegas namun tetap humanis dalam menyikapi pemblokiran jalan ini. Respons yang sering kali datang terlambat atau tidak merespon sama sekali menunjukkan bahwa APH tidak reaktif dan proaktif atas masalah ini. Seharusnya APH memiliki intelijen sosial yang kuat untuk mendeteksi potensi gangguan ketertiban sejak dini bukan baru bergerak setelah dampaknya meluas dan merugikan banyak pihak. "Entah benar bergerak atau menunggu situasi reda dengan sendirinya"
Lambannya tindakan APH dalam menangani pemboikotan jalan ini juga menunjukkan kurangnya koordinasi dengan pemerintah daerah. Dalam situasi seperti ini kepolisian dan pemerintah seharusnya berperan aktif dalam membuka dialog dengan masyarakat atau mencari tahu akar permasalahannya serta memberikan solusi yang konkret. Namun yang terjadi justru sebaliknya masyarakat dibiarkan melakukan pemblokiran jalan dalam waktu yang lama tanpa intervensi yang efektif.
Ketika akses jalan utama terganggu dampaknya tidak hanya sebatas keterlambatan transportasi. Ada konsekuensi ekonomi yang lebih luas terutama bagi para pedagang dan pekerja yang mengandalkan jalur ini untuk distribusi barang dan jasa. Masyarakat Langgudu menjadi salah satu pihak yang paling dirugikan sebab jalur ini merupakan akses vital bagi mereka. Apakah pemerintah daerah Kabupaten Bima dan APH setempat tidak menyadari bahwa setiap hari pemblokiran berlangsung atau butuh berapa banyak masyarakat yang harus mengalami kerugian ekonomi atas tindakan ini agar pemerintah maupun APH sigap dalam menangani kasus ini?
Seharusnya dalam situasi seperti ini pemerintah daerah segera mengeluarkan kebijakan darurat yang bersifat solutif seperti membuka jalur alternatif atau memberikan kompensasi sementara bagi mereka yang terdampak. Namun pada kenyataannya tindakan pemerintah lebih cenderung pasif dan hanya menunggu situasi mereda dengan sendirinya. Hal tersebut menunjukkan kurangnya kepedulian Pemerintah daerah terhadap kesejahteraan masyarakat.