Lama tidak mengunjungi blog kompasiana-nya Pak Pray, ada kerinduan untuk membaca tulisan-tulisan Pak Pray dan tertarik untuk memberikan tanggapan atau memberikan informasi tambahan. Maklum Pak, bulan Desember 2009 saya sibuk dalam pengurusan pajak dan lain-lain sebelum balik ke Indonesia, dan sekarang di tempat saya di Sragen baru sekarang ini mulai aktif lagi buka internet.
Insting intelijen Pak Pray memang luar biasa, seharusnya Pak Pray menjadi Kepala Badan Intelijen Negara seperti dulu yang pernah saya usulkan sewaktu Pak SBY mau membentuk kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 kemarin. Tapi ngga apa-apalah walau tidak di dalam kabinet tapi Pak Pray tetap mencintai Indonesia dengan memberikan informasi melalui kompasiana dan media lain tentunya.
Saya pikir memang cukup rumit untuk mengatasi gejolak masyarakat yang sudah mencapai tindakan anarkis. Kita tidak bisa menyalahkan begitu saja sikap masyarakat yang anarkis tersebut, sebab pada kenyataannya masyarakat sudah memendam perasaan terlalu lama hingga dapat diumpamakan bagai api dalam sekam, maka ketika ada yang menyulut ya terbakarlah semuanya. Apa yang terjadi di Priok maupun di Batam baru dua lubang nyala api, sedangkan api yang masih tersimpan dan belum terlihat masih banyak sekali dan saya prediksikan sudah menjalar sampai ke seluruh pelosok Indonesia. Maka jika saja ada moment yang tepat api dalam sekam tersebut bisa membumi-hanguskan Indonesia. Bangsa Indonesia secara psikologisnya sebenarnya bangsa yang ramah, santun, dan sabar. Makanya dalam keadaan mendapat tekanan hidup yang luar biasa pun masih bisa bersabar. Bayangkan saja krisis moneter yang sudah lebih dari 10 tahun namun bangsa Indonesia tetap bersabar dan tetap memberikan kepercayaan kepada pemerintah untuk mengelola Negara dengan baik. Yang bisa melukai perasaan masyarakat dan menjadikan api dalam sekam adalah “ketidak-adilan” seperti korupsi, penyalah-gunaan wewenang, dan perlakukan yang tidak sama terhadap strata masyarakat. Dan yang paling tidak bisa dimaafkan oleh bangsa Indonesia adalah “hinaan”. Dan ketika bangsa Indonesia atau sebagian masyarakat Indonesia merasa terhina, maka jangan ditanya lagi mengapa api membakar dan meluluh-lantahkan bangunan yang ada, jangan ditanya mengapa masyarakat Indonesia begitu kuat amarahnya. Karena memang begitulah lazimnya, bahwa manusia yang sabar itu memang cukup toleran dan bisa bertahan dalam himpitan hidup bahkan dalam ketidak-adilan sekalipun, namun jika sudah sampai tahap merasa terhina maka amarahnya akan sangat luar biasa.
Uraian saya diatas tidak dalam rangka membenarkan amarah atau anarkisme masyarakat, melainkan hanya pandangan dari sudut psikologi yang bisa dijadikan landasan untuk mengurai dan menuntaskan persoalan bangsa yang ada. Benar bahwa Indonesia adalah Negara hukum, maka hukum harus ditegakkan. Namun hukum yang harus ditegakkan itu sendiri haruslah hukum yang benar-benar memenuhi rasa keadilan rakyat. Negara ini dibangun oleh rakyat, maka hukum harus melindungi rakyat. Aparat hukum itu dibayar oleh rakyat, maka aparat hukum harus mengayomi rakyat. Pemerintah dan anggota dewan yang terhormat juga dibayar oelh rakyat, maka harus membuat hukum atau undang-undang yang mementingkan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Dengan demikian kita akan sama-sama sepakat hukum harus ditegakkan. Namun ketika produk hukum yang dihasilkan pemerintah bersama dewan yang terhormat itu belum memihak kepada rakyat, apalagi aparat hukumnya sendiri masih bisa dibeli oleh para mafia hukum, maka pertanyaannya ; hukum yang bagaimanakah yang akan ditegakkan?
Mungkin dari situlah muncul aksi pengadilan rakyat dikarenakan rakyat sudah tidak percaya lagi pada penegak hukum dan hukum itu sendiri, maka rakyat yang harus turun tangan sendiri.
Berbicara mengenai expatriate warga negara India, ooh…. Memang begitulah mentalitas mayoritas bangsa India pada umumnya, yaitu ketika memiliki jabatan tinggi sedikit saja sudah pongah dan merasa hebat, suka menggurui padahal kata-katanya tidak begitu benar, tak segan-segan berkata kasar ketika kalah berdebat, suka menuding jari untuk menyuruh orang lain melakukan pekerjaan yang dia inginkan apalagi kalau posisi dia atasan, dan masih banyak lagi mentalitas yang tidak terpuji (tentu saja tidak semua orang India demikin).
Untuk menguji kebenaran pendapat saya tentang mentalitas bangsa India ini rasanya bisa dilakukan survey kepada para Tenaga Kerja Indonesia yang pulang dari Malaysia (saya pilih Malaysia sebab di Malaysia banyak orang India dan Tenaga Kerja Indnesia disana), survey bisa dilakukan di bandara misalnya, maka kemungikinan besar 80 persen akan membenarkannya. Saya sendiri selama bekerja sebagai Manager di sebuah perushaan swasta di Kual Lumpur sering bergaul dengan pekera India baik dari level Manager sampai ke Operator, sehingga saya bisa menyimpulkan secara umum mentalitas bangsa India.
Maka ketika kasus Batam menyeruak dan melibatkan orang India yang notabene supervisor (…..heran deh kenapa tenaga kerja asing dengan level supervisor saja di Indonesia sudah masuk kategori expatriate, bisa bikin tambah besar kepala saja itu…..) saya tidak heran dan saya haqul-yakin memang permasalahannya orang Indonesia mendapat hinaan. Sebab kalau hanya kecemburuan social itu masih dalam stage api dalam sekam.
Saya sepakat dengan Pak Pray bahwa menyelesaikan masalah harus tuntas ke akar permasalahannya. Saya juga berharap pemerintah Indonesia berkenan mereview pemberian status expatriate kepada pekerja asing, misalnya minimal level Assistant Manager baru berhak mendapat status expatriate, di bawah posisi itu masuk kategori pekerja mahir saja.
Demikian Pak Pray, maaf banget panjang lebar ini saya menanggapinya, antusias banget nih lama tidak menanggapi tulisan Pak Pray.
Terakhir, selamat atas diterbitkannya buku INTELIJEN BERTAWAF, pasti menjadi buku best seller sebab tulisan Pak Pay memang informative dan enak dibaca. Sebab saya baru buka internet dalam minggu ini maka ya baru minggu ini saya tahu adanya buku Pak Pray tersebut dan rupanya sudah hangat dibicarakan oleh para blogger. Dan terima kasih atas terpilihnya tanggapan saya untuk dimuat dalam buku Pak Pray (merasa terhormat banget nih Pak) dan semoga tambahan informasi yang sya berikan bisa bermanfaat bagi pembaca buku tersebut.
Ngomong-ngomong Grasindo ngasih komisi ngga nih Pak? he he he….
Salam hormat
Mugiyono Bayu Kresno
Note : Kepada management kompasin saya mohon informasi bagaimana cara memberikan tanggapan langsung ke topik bahasan, karena saya sudah melalukan klik pada button tanggapan berkali-kali namun tetap gagal.