Itu pesan utama yang disampaikan Mas Handry Satriago [Twitter @HandryGE] sebagai pembicara ketiga di Anniversary ke-2 @AkademiBerbagi Sabtu kemarin. Siapa Handry Satriago? Saya juga baru sekali ini mendengar dan bertemu beliau. Sama sekali bukan nama populer dibanding dua pembicara lain, Anies Baswedan dan Didi Petet. Tapi begitu beliau bicara, seluruh ruangan seperti terhipnotis oleh kata-katanya. Kharismatik, berwibawa dan semangat optimisme memancar dari dirinya. Jika kita hanya mendengar suaranya saja, misalnya dari radio, tentu kita tidak akan menyangka jika beliau berbicara sambil duduk di kursi roda! Ya beliau tidak bisa berjalan sejak umur 17 tahun karena kanker limfoma. Beliau adalah CEO GE (General Electric) Indonesia. Dan merupakan CEO pertama pribumi di GE Indonesia. [caption id="attachment_702" align="aligncenter" width="470" caption="Handry Satriago dan moderator Ndorokakung"] [/caption] Bagaimana caranya agar kita menjadi
global player? Tidak berarti kita harus ke luar negeri. Tapi yang utama adalah kita punya
global mindset. Apa pun profesi kita, karyawan, profesional, atau entrepreneur, jika kita punya
global mindset, kita akan bisa berkompetisi dengan SDM luar. Kuncinya adalah terus belajar.
Keep learning. Kembangkan wawasan,
knowledge dan
skill. Beliau anjurkan untuk banyak melakukan travelling. Karena travelling akan memperkaya kita. Secara berkelakar, Mas Handry katakan, tips untuk sukses saat ini adalah: bisa bahasa Inggris sebaik mungkin, punya paspor, dan belajar geografi. Tips lain adalah berani bilang “tidak”. Beliau pernah tanya kepada CEO GE Pusat waktu datang ke Jakarta, kenapa baru sekarang diangkat CEO orang pribumi. Jawabnya, “
Indonesian people is hard to say NO”. Orang kita katanya tidak berani bilang “tidak”. Ya mungkin karena budaya sungkan dan tepo-seliro :) Satu lagi tips dari pria berusia 43 tahun ini untuk menjadi
global player adalah, selalu
straight to the point. Saat bicara, saat presentasi, dan lain-lain, tidak perlu
muter-muter, bicara langsung ke intinya. Langsung ke
why-what-how-nya. Untuk para entrepreneur, menjadi
global player tidak berarti produk kita harus diekspor ke luar negeri. Yang lebih penting adalah kita, pengusahanya, harus menjadi
global player tadi. Punya
global mindset. Maka produk kita akan punya daya saing yang lebih. Salah satu kuncinya adalah dengan selalu berinovasi. Produk yang awalnya unik, akan segera punya follower bahkan plagiator. Jika kita tidak terus berinovasi, produk kita akan menjadi komoditi.
If your product lost your uniqueness, your product is just become commodity. Sama seperti kita.
If you lost your uniqueness, you are just become commodity. Strateginya adalah dengan mengedepankan kekayaan lokal yang kita miliki. Saat pasar dunia semakin mengglobal, saat itulah
local-content semakin dituntut. Di situlah sejatinya
uniqueness produk kita. Tips terakhir dari CEO termuda dari seluruh GE global ini adalah, selalu tanyakan WHY dan WHY NOT. Kedua pertanyaan sakti ini akan membuat kita selalu terlatih untuk
thinking out of the box. Beliau cerita, salah satu produk andalan GE adalah USG, alat pendeteksi janin. Produk mereka sudah menguasai banyak rumah sakit besar di Indonesia. Revenuenya sangat bagus. Sampai suatu saat ada satu engineer di tim mereka yang menanyakan, kenapa USG tidak dijual ke puskesmas dan bidan-bidan, karena potensinya amat sangat besar. Ide itu awalnya ditertawakan. Karena USG itu sangat mahal, ukurannya besar dan sangat berat. Nah itu tantangan kita, kata si engineer. Akhirnya sekarang GE berhasil men-
develope produk USG seukuran handphone, ya handphone, yang menyasar para bidan dan puskesmas. Dan revenue dari sales USG ini jadi berlipat. Hanya karena dari satu orang yang bertanya WHY NOT. . Depok 3 September 2012
Muadzin F Jihad Owner + CEO
Semerbak Coffee Twitter @muadzin
KEMBALI KE ARTIKEL