Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Tak Ada "Penggusuran" dan "Manusia Perahu" di Luar Batang Jakarta

18 April 2016   21:25 Diperbarui: 18 April 2016   21:39 992 14
Kasus pemindahan  warga Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan  ke Rusunawa Marunda dan Rawabebek sejak 11 April 2016 langsung disambut debat pro- dan kontra- yang terbilang sengit di media sosial.

 Debat semacam itu sudah sewajarnya.  Itu gejala sehat. Pertanda demokrasi masih hidup di negeri ini.

 Namun, jika argumen yang dimajukan  sudah mengandung kesalahan (fallacy) yang disengaja,  maka itu bukan lagi debat  yang sehat.  Tidak sehat karena kesalahan  itu dimaksudkan menyesatkan publik kepada simpulan tertentu.

 Dua kesalahan yang terkandung dalam argumen-argumen debat itu adalah pengajuan dua fakta palsu yaitu "penggusuran" dan "manusia perahu".

 Kelompok "kontra-" khususnya telah membuat  sebuah argumen keliru yaitu (1) Pemda DKI melakukan "penggusuran" terhadap warga Luar Batang, Penjaringan, dan (2) penggusuran tersebut menyebabkan munculnya "manusia perahu" di perairan Pasar Ikan Luar Batang.

 Dua artikel "serupa tapi tak sama" dari Musni Umar di Kompasiana bisa mewakili keseluruhan argumen keliru tersebut.  Artikel yang saya maksud adalah "Penggusuran Pasar Ikan Luar Batang Ciptakan "Manusia Perahu" (K.15/4/2016) dan "Habis Digusur Terbitlah Manusia Perahu di Luar Batang" (K.16/4/2016).

 Saya akan gunakan artikel Musni Umar sebagai rujukan. Berseberangan dengan dia, saya hendak tunjukkan bahwa tidak ada " penggusuran" dan "manusia perahu" di Luar Batang.

 Bukan “Penggusuran” tapi “Relokasi”

 Apa yang terjadi di Luar Batang bukanlah penggusuran melainkan relokasi warga.  Secara sosiologis jelas  itu dua proses sosial yang berbeda.

 Penggusuran adalah proses pemindahan paksa warga dari suatu lokasi tanpa solusi penyediaan lokasi baru. Tidak ada kompromi.  Pokoknya, harus pindah dari lokasi itu. Kemana pindahnya, terserah warga. Itu bukan urusan penggusur.

 Relokasi adalah proses pemindahan warga dari satu lokasi dengan solusi penyediaan lokasi baru.  Ada kompromi di sini.  Warga dipindahkan ke lokasi baru dan memperoleh fasilitas dampingan serta sarana dan prasarana sosial-ekonomi.

 Pada kasus Luar Batang, Pemda DKI telah menyediakan lokasi baru bagi eks-warga, yaitu Rusunawa Marunda, Jakarta Utara dan Rusunawa Rawabebek, Jakarta Timur.  Juga disediakan prasarana dan sarana sosial-ekonomi tertentu.

 Karena itu jelas  yang terjadi di Pasar Ikan Luar Batang adalah suatu proses relokasi warga, bukan penggusuran.  Langkah relokasi itu dilaksanakan sebagai implementasi rencana penataan ruang kota untuk mewujudkan Jakarta modern, sebagai representasi Indonesia Hebat.

 Lantas mengapa istilah penggusuran yang mengemuka?  Sebenarnya ini istilah yang lazim digunakan kalangan LSM.  Atau oleh pihak mana saja yang menganggap relokasi sebagai pelanggaran HAM.  Atau yang menganggap relokasi sebagai "akal-akalan" pemerintah untuk alih-fungsi pemukiman warga menjadi kawasan bisnis.

 Memang ada presedennya.  Pada banyak kasus, semasa  Orde Baru dan sesudahnya, implementasi pemindahan warga kampung di DKI Jakarta memang bukan perwujudan relokasi.  Tapi perwujudan penggusuran  untuk memfasilitasi alih-fungsi ruang menjadi kawasan bisnis.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun