Jadi tidak perlu heboh. Tidak perlu antri di SPBU sejak dini hari. Tidak perlu marah-marah pada pemerintah atau Pertamina. Tidak perlu pula, seperti salah satu stasiun TV, membakar-bakar situasi dengan menyebar-luaskan keluhan dan kekesalan masyarakat. Dinginkan kepala. Lalu pahami kondisi dengan pikiran jernih.
Bicara soal kehebohan, saya jadi teringat kasus pemasangan alat RFID di moncong tangki bahan bakar mobil tahun lalu. Mulai dari pemilik mobil ebrek sampai mobil mewah, yang notabene tak laik subsidi, antri sampai berjam-jam untuk pemasangan di sejumlah titik SPBU. Pakai keringat, pakai marah-marah, dan mungkin kumat darah tinggi. Semua takut tidak kebagian barang gratis itu. Saya termasuk orang yang ogah ngantri, karena percaya suatu saat bisa mendapatkan RFID di bengkel mobil resmi. Dan benar saja, tahun ini, ketika mobil tua saya service rutin tahun ini, mekanik bengkel sekalian memasangkan RFID gratis di mulut tangkinya.
Maksud saya, mari kita menjadi rasional. Faktanya jatah persediaan BBM bersubsidi memang sudah menipis. Kalau tidak dihemat, solar habis November dan bensin habis pertengahan Desember tahun ini. Jadi, pengguna mobil dan motor, rasionallah. Apakah mau naik kendaraan Anda sampai November atau pertengahan Desember saja? Setelah itu jalan kaki, atau naik kendaraan umum dengan ongkos dinaikkan? Atau mau tetap berkendara sendiri sampai akhir tahun, sampai jatah subsidi tahun depan (kalau masih ada) keluar?
Kalau mau tetap berkendara sendiri, maka hematlah menggunakan bahan bakar. Caranya, sebenarnya tidak perlu diajari, terutama bagi generasi yang sudah terkena wajib belajar 9 tahun. Kurangi perjalanan berkendara. Pemilik mobil, kalau punya motor, naik motorlah kalau bepergian sendiri. Berkendaralah pada kecepatan terefisien dalam penggunaan bahan bakar. Benahi ruang bakar, knalpot, atau apa saja yang menimbulkan inefisiensi pembakaran.
Kita pasti bisa berhemat BBM. Cukup revolusi mental, dari sikap "boros" ke sikap "hemat". Sebenarnya dalam hidup sehari-hari kebanyakan dari kita sudah mempraktekkannya. Bukankah pada akhir bulan (untuk pegawai swasta) atau awal bulan (pegawai negeri), ketika kita menerima jatah gaji, pergi bersama keluarga makan menu 5 sempurna di restoran? Lalu pada akhir bulan, kita makan menu 4 lengkap olahan sendiri, hasil belanja dari warung sembako?
Jadi kalau kita bisa menerapkan prinsip makan sederhana, kalau tidak prihatin, di akhir bulan, ketika jatah sumberdaya keuangan menipis, tidak ada alasan kita tidak bisa berhemat BBM di akhir tahun mengingat jatah sumberdaya BBM juga menipis.
Jangan salahkan pemerintah terus-menerus. Kita perlu introspeksi juga. Mengapa kita di awal tahun begitu boros BBM? Seandainya dari awal berhemat, tidak perlu harus prihatin di akhir tahun, bukan?
Jadi bersyukurlah, karena momen kelangkaan BBM bersubsidi ini memberi ruang bagi kita untuk periksa diri, untuk merubah pola pikir dalam penggunaan BBM, dari pengguna irrasional menjadi pengguna rasional.
Jangan panik, tenang saja. Boleh isi tangki motor/mobil Anda sampai penuh. Setelah itu berkendaralah secukupnya. (*)