Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Teori-teori Seputar "Walk Out"-nya Partai Demokrat

30 September 2014   16:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:57 272 4
Fakta politik terakhir:Pak Presiden SBY gundah dan mumet mencari solusi untuk mengembalikan suara rakyat;Pak Yusril Ihza Mahendra menyarankan Pak SBY tidak tandatangan UU Pilkada, lalu nanti Pak Jokowi mengembalikan ke DPR baru untuk dibahas kembali.

Fakta politik sebelumnya:Rakyat marah karena suaranya dirampas DPR dan diserahkan ke DPRD, untuk urusan Pilkada;Pak Presiden SBY dihujat sebagai pembohong, pengkhianat rakyat, dan “Bapak Pilkada Tak Langsung”.

Fakta politik sebelum itu:Rapat Paripurna DPR tanggal 26 September 2014, minus fraksi Partai Demokrat (PD), melalui voting, mengesahkan RUU Pilkada yang menyerahkan Pilkada kepada DPRD.

Fakta politik sebelumnya lagi:Fraksi PD yang pro-Pilkada Langsung (dengan 10 syarat) walk out dari Sidang Paripurna.

Fakta politik beberapa waktu sebelumnya lagi:Presiden SBY, yang juga Ketum PD, melalui media Youtube menyatakan dukungan untuk mempertahankan

Masalah risetnya, kalau mau dibilang “riset”:Tindakan walk outFraksi PD dari Sidang Paripurna DPR menyebabkan UU Pilkada oleh DPRD, yang bertentangan dengan kehendak rakyat, disyahkan oleh Sidang Paripurna DPR.

Pertanyaan risetnya:“Mengapa Fraksi PD melakukan walk out?

Jawaban yang bisa diberikan, sejauh ini, masih bersifat teoritis, kalau bukan spekulasi.Karena, konferensi pers PD sendiri tidak membikin terang masalah.

Terdapat sejumlah “teori” yang bisa dipertimbangkan sebagai penjelasan atas walk out itu.Mulai dari yang tidak masuk akal, sampai yang masuk akal.

Tapi, perlu kita kita ingat, politik itu konon adalah the art of imposible.Jadi yang tak masuk akal juga bisa terjadi dan menjadi kenyataan.Berikut teori-teori yang dimaksud.

Pertama, teori “kabur”.Mungkin, dalam keriuhan tengah malam di ruang siding DPR, untuk sesuatu hal, Bu Nurhayati Assegaf (anggota DPR FPD) memanggil Pak Benny K. Harman (anggota DPR FPD juga) dengan nama tengahnya, “Kabur! Kabuuur!”Mungkin Pak Benny Kabur Harman menganggap Bu Nurhayati memerintahkan FPD untuk “kabur” ke luar ruang sidang.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.

Kedua, teori “salah dengar”.Mungkin benar Pak SBY menelepon Bu Nurhayati Assegaf dan bilang begini:“Kalau begitu, talk out!”Mungkin karena masalah sinyal, atau karena terlalu riuh dalam gedung, atau karena kemampuan Bahasa Inggris yang pas-pasan, di telingan Bu Nurhayati yang terdengar adalah perintah walk out dari Pak SBY.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.

Sekadar pengetahuan, talk out itu adalah prosedur parlemen untuk memperpanjang debat, sehingga memungkinkan satu atau lebih anggota menunda atau mencegah voting pengesahan suatu legislasi.Mungkin, maunya Pak SBY, pengesahan RUU Pilkada itu usahakan supaya ditunda saja.

Ketiga, teori “uang”.Mungkin, mengacu pada tulisan Kompasioner Ade Armando, memang ada uang di balik pintu ruang sidang.Dan memang sebelumnya sudah ada sinyalemen politik uang.Mungkin, tepat sebelum voting dimulai, anggota FPD mendapat berita bahwa ada uang di luar ruang sidang yang harus diambil saat itu juga, kalau tidak, ya hangus.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.

Keempat, teori “korban”.Mungkin, seperti ditulis Kompasianer Ade Armando, Pak SBY memang tidak tahu-menahu soal langkah walk out FPD.Artinya, ada aktor (mungkin Bu Nurhayati, mungkin Pak Benny, atau lainnya) yang membelokkan skenario politik, ketika Pak Sutradara SBY sedang sibuk urusan politik internasional di luar negeri.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.

Menurut teori ini, Pak SBY selaku Presiden dan juga Ketum PD, menjadi “korban” permainan anak-buahnya sendiri.Makanya, Pak SBY kemudian muncul di Youtube dengan ekspresi kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan terpendam.Dengan begitu, Pak SBY hendak menempatkan diri di pihak rakyat, yaitu sama-sama “korban” yang teraniaya.

Lalu, muncullah gagasan Pak SBY untuk menggugat UU Pilkada itu ke MK.Nah, berarti kan senasib dengan rakyat yang juga akan melakukan hal serupa?

Sementara itu, ada pernyataan untuk menyelidiki siapa “aktor intelektual” peristiwa walk out itu.Kalau ketemu, nanti akan dijadikan “korban”-lah dia tau mereka, misalnya dipecat dari jabatan, atau dipecat dari partai.Nah, kalau sudah begitu, PD dikesankan membela rakyat.

Kelima, teori “pahlawan”.Mungkin, seperti disinyalir oleh para pengamat professional, amatir, dan dadakan, ini semua sebenarnya berjalan sesuai skenario Pak SBY.Pak SBY tahu soal UU Pilkada ini soal yang sangat sensitif yang bisa memicu kemarahan seluruh rakyat.Untuk itu, UU Pilkada harus disahkan DPR.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.

Logika teori ini, pada titik didih kemarahan rakyat nanti, sebelum tanggal 20 Oktober, Pak SBY akan menandatangani UU Pilkada, dan setelah itu langsung mengeluarkan Perpu untuk menganulir UU Pilkada tersebut, sehingga UU Pilkada yang lama berlaku kembali. Istilah populernya "dekrit". Dengan demikian, pada detik-detik terakhir, seperti dalam film-film koboi tempo dulu, Pak SBY tampil sebagai “Pahlawan Pilkada Langsung”.Rakyat senang, PD menang!

Keenam, teori “SPJ”.Mungkin, seperti pada teori “pahlawan”, ini memang semua sesuai skenario Pak SBY.Tapi, karena ini soal sensitif, maka Pak SBY menganut prinsip “SPJ”, alias “Serahkan Pada Jokowi”.Karena itu diperintahkanlah FPD supaya “cuci tangan” seperti Pilatus.Maka terjadilah peristiwa walk out itu.

Teori ini cocok dengan perkembangan terakhir, yaitu usulan Prof. Yusril Ihza Mahendra agar Pak SBY dan juga nanti Pak Jokowi tidak menandatangani UU Pilkada tersebut.Nanti, dalam waktu tiga hari setelah dilantik, sebelum masa waktu 30 hari habis (23 Oktober 2014), Pak Jokowi disarankan untuk mengembalikan UU Pilkada itu kepada DPR.Dengan demikian UU lama berlaku kembali.Pak SBY menang, Pak Jokowi menang, Rakyat menang.Semua senang, kecuali mungkin KMP.

Dari enam teori itu, mana yang paling masuk akal?Menurut saya, teori SPJ.Sudah ada presedennya, yaitu keputusan Pak SBY untuk tidak menaikkan harga BBM Bersubsidi dan menyerahkan urusan itu kepada Pak Jokowi, alias SPJ.

Dan pagi ini, di televisi, Pak Jokowi dengan tegas bilang: “Urusan saya setelah tanggal 20 (Oktober)”.Jelas, bukan? (*)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun