Pengangkatan seorang buzzer sebagai staf khusus menteri komunikasi memicu pertanyaan fundamental tentang apa yang kita anggap sebagai “keahlian komunikasi” di era digital. Alih-alih berorientasi pada dialog terbuka dan kejujuran, "keahlian" ini justru lebih terarah pada kemampuan untuk memanipulasi opini publik secara terkoordinasi. Artikel ini bertujuan untuk membongkar praktik sistematis manipulasi opini di ruang digital Indonesia, dengan menelusuri taktik dan strategi para buzzer, motif di balik operasi mereka, dan alasan di balik pilihan politisi dan pemerintah untuk menggunakan instrumen manipulatif ini alih-alih melibatkan publik dalam diskusi yang transparan dan akuntabel.
Kontras dalam Dunia Maya: Pengguna Media Sosial Otentik dan Buzzer Politik
Dalam riuhnya dunia digital, kita harus mampu membedakan antara pengguna yang otentik dengan buzzer bayaran. Pengguna media sosial yang otentik memiliki ciri khas:
- Motivasi yang Tulus: Mereka berbagi pandangan dan pengalaman berdasarkan keyakinan pribadi, bukan karena imbalan atau agenda tersembunyi
- Tujuan Dialog: Mereka berinteraksi dengan tujuan berdiskusi, bertukar perspektif, dan membangun pemahaman bersama
- Identitas yang Terbuka: Mereka menampilkan persona online yang konsisten, dan mudah dipertanggungjawabkan
- Etika Komunikasi: Mereka menghargai perbedaan pendapat dan menghindari trolling atau intimidasi