Ada yang beranggapan menikah dengan bule atas alasan materi...siapa sich yang tidak suka hidup berkecukupan?, Bahkan para abdi negara yang terdidik secara agamapun suka sekali dengan Uang....Silahkan baca pengalaman saya dibawah ini....
Sejak kawin sama bule saya berfikiran tidak ada lagi orang yang tulus baik sama saya..gimana ngga berfikiran seperti itu, sejak mengurus segala tetek bengek dari KUA, catatan sipil sampai Immigrasi dll semuanya pada mata duitan.
Jadi ingat waktu ngurus surat nikah…para petugas yang bernaung di instasi keagamaan itu KUA sangat mempersulit, bertele2 dan ngga jelas maunya apa (dalam hati I know what you want)..Padahal kami datang dengan niat baik untuk menikah sesuai dengan kaidah dan ajaran agama Islam, bukankah Niat Baik harus segera dilaksanakan..?
Dan yang lebih menggelikan lagi seorang kepala KUA dengan entengnya menyebut “$1000 (seribu) USD bagi anda tidak seberapa”…tentu saja ini sangat menggangu apalagi Si Uda gw yang fasih berbahasa Indonesia jadi berfikir lebih buruk lagi…birokrasi macam apa ini..? meskipun diucapkan dengan nada bercanda rasanya tidak pantas kata2 ini diucapkan oleh seorang kepala pemerintahan karena kami tidak dalam situasi melawak atau melucu…….
Dokument kami sudah lengkap sesuai dengan peraturan dan permintaan dari KUA tapi kami menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mendaftarkan pernikahan di kantor ini..benar2 sangat melelahkan dan menguras energy..jangan salahin kalau saya menjadi berfikiran negative seperti ini
Seminggu sebelumnya saya juga berkunjung ke KUA di Jakarta Timur sehubungan dengan KTP yang berdomisili di Jakarta, maka harus meminta surat izin menikah untuk di Padang, bisa ditebak lagi2 soal angka….karena keberatan sayapun menawar…bayangkan dari sebelumnya Rp.300.000, akhirnya saya hanya memberikan Rp.25.000,-- hitung2 upah ketik…..sayapun berlalu dengan kesan yang aneh…kok kayak beli kacang goreng ya…???
Poster yang terpasang di sana menuliskan bahwa menikah tidak dipungut biaya kecuali Rp.30.000 untuk buku nikah saja dan dibayar melalui kantor pos yang ditunjuk, ah….itukan hanya teorinya prakteknya ternyata masih seperti dulu dan bahkan lebih parah…
Sebelumnya Si Uda merencanakan untuk membangun bisnis di Indonesia, melihat kejadian seperti ini LAGI dan LAGI, dia jadi mengurungkan niatnya dan melirik Negara tetangga yaitu China…
Suatu hari saya harus kembali lagi ke kantor itu untuk keperluan legalisir…saya berharap mereka tidak mengingat saya…ternyata semua tersenyum manis….manis sekali………lebih manis daripada gula……….legalisir selesai dan lagi Bapak Kepala menyebut angka yang fantastis untuk sebuah tanda tangan………………….Sayapun berlalu dan memberikan se-iklas-hnya….terdengar dari pintu mereka ngedumel….”Cuma segini……….!!”...EGP..gitu lho...
Suatu hari ban kendaraan kami bocor lalu berjalan kaki kira2 200 meter untuk mencari pertolongan, kami temukan satu2nya bengkel ditempat ini..seorang anak muda menyapa dengan ramah dan memperbaikinya, kerjanya bagus orangnya ramah si Uda mempersiapkan uang 2juta Rupiah sebagai imbalan…Kami terkejut karena dia hanya meminta Rp.30.000,-- sebagai upah menambal ban dan mengganti roda dalam………. Padahal bisa saja dia ngerjain kami dengan meminta semaunya….Ternyata moral tukang bengkel yang kami temui ditengah hutan yang sepi jauh lebih baik dari pada Bapak2 yang berpendidikan tinggi ini………….
Saya kira masyarakat kita sendiri yang membuat bangsa kita direndahkan oleh bangsa asing atau populer disebut "bule", tidak bermaksud mendukung perlakuan seperti ini tapi berkali-kali saya menghadapi situasi seperti ini. Dan selama menikah hingga saat ini tidak pernah saya merasa direndahkan oleh perlakuan maupun kata-kata suami yang berkewarga negaraan Amerika Serikat.
Bahkan mertua saya yang asli berdarah Eropa sangat menyayangi saya dan menganjurkan kepada anak2nya yang lain/keponakan untuk menikah dengan wanita Indonesia.......
Jadi untuk yang belum pernah hidup berdampingan secara pribadi dengan Bule...tolong pikirkan sekali lagi sebelum anda menuliskan comment yang sangat tidak baik......